Negara Dalam Sandera : Ketika Wartawan Dipukul, Pelaku Dilepas, dan Hukum Bertekuk Lutut pada Massa Bayaran

Senin, 9 Juni 2025 - 20:17 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketapang, Kalimantan Barat.-Mitramabes.com

Empat wartawan dipukul secara brutal di sebuah lokasi tambang emas ilegal di Lubuk Toman, Desa Sungai Besar, Kecamatan Matan Hilir Selatan. Peristiwa itu bukan sekadar kekerasan terhadap insan pers. Itu adalah pukulan telak terhadap prinsip negara hukum. Dan yang paling memilukan: pelaku tidak lari — dia dibebaskan. Bukan karena tak bersalah, tapi karena adanya tekanan massa. *Massa yang bukan rakyat biasa, melainkan kekuatan bayaran yang diduga kuat disponsori oleh cukong tambang ilegal.*

Tak ada ironi yang lebih menyayat daripada melihat hukum dipermalukan oleh intimidasi yang disewa.

*Skenario Kekerasan yang Tersusun Rapi*

Kejadian bermula ketika empat wartawan — yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya — menginvestigasi aktivitas tambang emas ilegal yang diduga merusak kawasan hutan dan aliran sungai. Namun alih-alih disambut transparansi, mereka justru dihantam kekerasan. Roni Paslah, pria yang disebut-sebut sebagai pelaku utama dan bagian dari jaringan tambang ilegal, secara terang-terangan memukul para jurnalis tersebut di hadapan kerumunan besar.

Namun kerumunan itu bukan sekadar warga sekitar. Saksi mata menyebut massa datang dalam jumlah besar, sebagian menggunakan kendaraan yang dikordinir, serta mengenakan atribut dan membawa spanduk — tanda-tanda klasik dari aksi massa terorganisir, bukan reaksi spontan.

> *Ini bukan amarah warga. Ini orkestra yang dimainkan dari balik meja gelap para cukong,”* ujar salah satu korban yang meminta identitasnya disamarkan demi keamanan.

*Ketika Hukum Diam, Dan Kekuasaan Uang Bicara*

Yang terjadi setelah kekerasan itu jauh lebih mengerikan: aparat Polres Ketapang yang sempat mengamankan pelaku justru memilih melepaskannya. Tidak ada penahanan. Tidak ada konferensi pers. Tidak ada pembelaan terhadap para wartawan yang babak belur. Yang ada hanya diam — *diam yang memekakkan telinga dan memalukan institusi.*

Alasannya? Tekanan dari massa yang mendatangi kantor polisi. Massa yang sama yang datang membela pelaku kekerasan. Massa yang diduga kuat digerakkan untuk satu tujuan: mengaburkan kebenaran dan membungkam keadilan.

Ketika negara memilih menenangkan massa bayaran ketimbang membela korban, maka kita sedang tidak bicara tentang negara hukum. Kita sedang bicara tentang *negara dalam sandera*.

*Cukong di Balik Layar, Negara Jadi Penonton*

Aliansi Media Online Kalimantan (AMOK) menyebut ini sebagai *pembajakan hukum secara terbuka* Peristiwa ini menunjukkan bahwa ada aktor-aktor di luar hukum yang kini bisa mengatur arah proses penegakan hukum — cukup dengan uang, cukup dengan massa, cukup dengan intimidasi.

Para cukong tambang bukan hanya merusak hutan, sungai, dan lingkungan. Mereka kini telah menjangkau sendi-sendi keadilan, membeli suara massa, menyewa loyalitas kekerasan, dan bahkan memaksa aparat negara untuk bungkam.

> “Inilah wajah baru kolonialisme: cukong sebagai raja bayangan, hukum sebagai alat, dan massa bayaran sebagai tentara,” kata AMOK dalam pernyataan sikapnya.

*Apa yang Dipertaruhkan? Lebih dari Nyawa Wartawan*

Yang dipertaruhkan hari ini bukan hanya keadilan untuk empat wartawan yang dipukul. Yang dipertaruhkan adalah nasib semua pewarta, semua rakyat kecil, semua suara kritis di negeri ini. Jika wartawan — yang dijamin undang-undang sebagai pilar demokrasi — bisa dipukul dan pelakunya dilepas karena tekanan massa, maka siapa pun bisa menjadi korban berikutnya.

> Jika ini dibiarkan, maka *tak ada lagi ruang aman untuk suara rakyat. Tak ada lagi tempat bagi kebenaran. Dan tak ada lagi wibawa bagi negara.*

*Tuntutan Tegas dari AMOK: Ini Saatnya Negara Memilih Pihak*

Aliansi Media Online Kalimantan (AMOK) menyatakan dengan tegas bahwa negara tak bisa lagi diam. Tak bisa lagi berpura-pura netral. Negara harus memilih: berdiri di sisi hukum atau berserikat dalam diam dengan kekuasaan ilegal.

Kami menuntut:

1. *Pengusutan tuntas intervensi massa terhadap proses hukum*. Negara tidak boleh membiarkan praktik kekerasan berjubah aksi massa dibiayai untuk menggagalkan penegakan hukum.
2. *Proses hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap wartawan harus dilanjutkan tanpa kompromi*. Wartawan bukan musuh negara — mereka penjaga demokrasi.
3. *Kapolri dan Kapolda Kalbar harus turun langsung ke Ketapang*. Pembiaran adalah bentuk pengkhianatan terhadap sumpah jabatan dan institusi.
4. *Dewan Pers tidak cukup hanya mengutuk. Harus menempuh jalur hukum. Harus mendorong perlindungan konkret, termasuk pelaporan ke Komnas HAM dan lembaga internasional jika perlu.*
5. *Identifikasi dan penindakan terhadap aktor intelektual, penyandang dana, dan penggerak massa bayaran harus menjadi prioritas.** Siapa mereka? Siapa yang membiayai logistik dan kendaraan mereka? Mengapa bisa dibiarkan.

*Kami Tidak Takut. Kami Tidak Akan Diam*

Kami, para jurnalis, tidak sedang meminta belas kasihan. Kami sedang menagih tanggung jawab. Dan kami tidak akan berhenti sampai pelaku kekerasan, pembebasan ilegal, dan aktor-aktor di balik layar ditarik ke cahaya hukum.

Jika negara tidak bergerak, maka biarlah sejarah mencatat: bahwa pada suatu hari di Ketapang, hukum dipukul mundur oleh massa bayaran, dan negara memilih menjadi penonton.

> **Namun kami tidak akan menjadi penonton. Kami akan terus menulis. Terus bersuara. Terus melawan.
> Sampai suara keadilan kembali lebih keras daripada suara uang.**

Tim : Redaksi

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Hari Keempat Libur Idul Adha, Polsek Kota Takengon Intensifkan Patroli di Objek Wisata
TRC dan Patko Sat Samapta Polres Indramayu Amankan 4 Remaja Terindikasi Kelompok Berandal Bermotor
10 Kota dan Kabupaten siap sukseskan Kejurda Bola Tangan Indoor dan Beach Pa/Pi tahun 2025
Hujan dan Dingin Menusuk Tulang, Polres Aceh Tengah Tetap Semangat Layani Masyarakat Berwisata
Ada apa pasar tohaga memberikan spk ke pihak ketiga yang tidak pernah ada kontribusi.
Libur Pasca Idul Adha, Polsek Lut Tawar Lakukan Patroli dan Pengaturan di Sejumlah Lokasi Wisata
Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tanjungbalai Lepas Pawai Takbir Meriahkan Momen Idul Adha 1446 H
Pemilik Rintis Mart Beri Klarifikasi, Pihaknya Dan Pelaku Juga Sudah Berdamai

Berita Terkait

Senin, 9 Juni 2025 - 20:17 WIB

Negara Dalam Sandera : Ketika Wartawan Dipukul, Pelaku Dilepas, dan Hukum Bertekuk Lutut pada Massa Bayaran

Senin, 9 Juni 2025 - 15:48 WIB

Hari Keempat Libur Idul Adha, Polsek Kota Takengon Intensifkan Patroli di Objek Wisata

Senin, 9 Juni 2025 - 10:22 WIB

TRC dan Patko Sat Samapta Polres Indramayu Amankan 4 Remaja Terindikasi Kelompok Berandal Bermotor

Senin, 9 Juni 2025 - 09:12 WIB

10 Kota dan Kabupaten siap sukseskan Kejurda Bola Tangan Indoor dan Beach Pa/Pi tahun 2025

Minggu, 8 Juni 2025 - 19:45 WIB

Hujan dan Dingin Menusuk Tulang, Polres Aceh Tengah Tetap Semangat Layani Masyarakat Berwisata

Berita Terbaru