Hutan Lindung Rusak, Tambang Ilegal Marak: Warga Kutai Barat Lapor Polisi
Kutai Barat, Mitra Mabes. Com. Aktivitas tambang batu bara diduga ilegal merambah kawasan hutan lindung di Kampung Intu Lingau, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat, dilaporkan ke Polres Kutai Barat oleh sejumlah warga.
Warga melaporkan kerusakan parah akibat pengerukan batu bara secara ilegal yang meninggalkan lubang bekas tambang berbahaya di kawasan hutan lindung Buring Ngayok.
Ardianson, salah satu pelapor, menyebut tiga oknum yang diduga mendanai dan mengoperasikan tambang ilegal tersebut. Ia menekankan bahwa tambang ini beroperasi tanpa izin resmi dan menyebabkan kerusakan ekosistem hutan lindung yang seharusnya dilestarikan.
” kata Ardianson kepada media, Selasa (9/7/2024).
Menurutnya, Hutan lindung Buring Ngayok ditetapkan oleh Kementerian LHK beberapa tahun lalu, dan seharusnya dijaga dari aktivitas yang merusak. Namun, penambangan liar telah menyebabkan kerusakan parah.
Ardianson menjelaskan bahwa kawasan Buring Ngayok adalah hutan tutupan yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) beberapa tahun lalu. Karena itu, kawasan ini harus dilindungi dari aktivitas yang merusak hutan seperti penebangan liar dan penambangan ilegal untuk menjaga kelestarian flora dan fauna endemik.
Di sekitarnya, beberapa wilayah juga telah ditetapkan sebagai hutan desa dengan tujuan agar masyarakat setempat dapat memanfaatkan hasil hutan non-kayu seperti buah-buahan, madu, dan tanaman obat guna meningkatkan perekonomian warga.
Namun, hutan lindung dan hutan desa di Intu Lingau mengalami kerusakan akibat aktivitas penambangan liar dalam beberapa bulan terakhir.
“Hutan itu penuh dengan pohon-pohon besar karena jarang dijamah. Dulu pernah dijamah oleh masyarakat tetapi dilarang oleh aparat. Bahkan pernah dilakukan reboisasi ulang oleh PT TCM dan pemerintah karena masuk kawasan hutan lindung. Namun anehnya, penambang malah beroperasi dan merusak lahan di sana,” ujarnya.
Ardianson juga mengkritik warga setempat yang terkesan membiarkan penambang ilegal masuk ke Intu Lingau. Menurutnya, kawasan hutan lindung dan hutan desa harus dijaga demi kelangsungan makhluk hidup dan kepentingan masyarakat setempat, serta untuk mencegah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor akibat hilangnya hutan tutupan dan erosi.
“Ada beberapa orang yang baru muncul di media sekarang ini yang mengklaim sebagai ahli waris dan mengatakan bahwa itu bukan kawasan hutan lindung. Oke, tidak masalah, tapi yang kami permasalahkan adalah apakah tambang ini resmi atau tidak? Jika tambang ini resmi, tunjukkan kepada kami bahwa mereka memiliki IUP yang sah,” tegasnya.
Ia menambahkan
bahwa berdasarkan bukti lapangan, jelas terlihat bahwa lokasi yang ditambang adalah hutan lindung.
Lubang tambang dan jalan untuk mengangkut batu bara hanya berjarak beberapa meter dari papan nama kawasan hutan lindung Buring Ngayok.
Sementara itu, Kepala Seksi Perlindungan KSDAE dan Pemberdayaan Masyarakat UPTD KPHP Damai, Rudi Eravani, mengungkapkan temuan adanya aktivitas penambangan batu bara di kawasan hutan lindung Buring Ngayok.
“Kita sudah ke lapangan untuk melihat titik koordinat dan mengoverlay ke peta, ternyata memang masuk hutan lindung,” jelas Rudi.
Papan informasi yang berada di desa Intu Lingau, Kecamatan Nyuatan, Kabupaten Kutai Barat, menunjukkan kegiatan reboisasi oleh pemerintah dan instansi terkait di lokasi hutan lindung tersebut.
Menurut Rudi, lokasi penambangan batu bara tersebut berdasarkan SK dari Kementerian LHK memang berstatus hutan lindung dan tidak boleh ditambang, terutama dengan metode open pit.
“Ada SK-nya, kalau tidak salah sebelum 2017,” ujarnya.
Selain itu, pada tahun 2019, pemerintah juga menetapkan kawasan sekitar hutan lindung sebagai hutan desa untuk kepentingan masyarakat melalui program perhutanan sosial.
“Hutan desa itu kita masukkan dalam program perhutanan sosial. SK-nya dari tahun 2019, dikeluarkan oleh Menteri LHK,” terang Rudi.
Editor :Heru MBSA