Penasilet. Mitra Mabes, Palangka Raya, Kalimantan Tengah – Kasus dugaan penyerobotan tanah yang dilaporkan oleh Ajiansyah, warga Kota Palangka Raya, kembali mencuat ke permukaan. Ia mengaku kecewa atas lambannya penanganan laporannya oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum, khususnya di bawah Unit Harda (Pengamanan dan Penegakan Hukum Pertanahan) Polda Kalimantan Tengah. Laporan yang telah ia buat sejak 20 Februari 2024, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.
“Sampai sekarang tidak ada tindak lanjut. Saya baru tahu laporan saya masih dianggap sebagai Dumas (pengaduan masyarakat), bukan laporan resmi. Padahal saya sudah menunggu proses hukum berjalan,” tutur Ajiansyah kepada awak media dengan nada kecewa.
Menurut keterangan korban, dirinya merasa dipermainkan oleh oknum penyidik dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal, termasuk narasi bahwa ia dianggap kurang kooperatif. Padahal, menurutnya, ia selalu siap memberikan keterangan kapan pun dibutuhkan.
Dugaan Main Mata dan Upaya Pembiaran
Kasus ini mencuat setelah terlapor yang berinisial DT diduga secara sepihak mengklaim kepemilikan tanah Ajiansyah dengan dasar surat-surat yang disebut telah kalah dalam putusan pengadilan. Bahkan, paman dari DT, yang bernama Madi Goning Sius, disebut pernah divonis bersalah atas pemalsuan dokumen kepemilikan tanah dan dijatuhi hukuman pidana lebih dari lima tahun.
“Ketika kami dipertemukan di lokasi, DT dengan enteng menyatakan tanah itu milik keluarganya, tanpa mengindahkan putusan pengadilan yang sudah jelas. Ini membuktikan ada indikasi bahwa dia merasa kebal hukum,” tambah Ajiansyah.
Ironisnya, sejak laporan dilayangkan, DT belum pernah dipanggil secara resmi oleh pihak kepolisian. Laporan Ajiansyah terkesan diabaikan. Ia baru dihubungi oleh oknum penyidik berinisial WL pada malam hari, setelah keluhannya disampaikan kepada media.
Pemblokiran Awak Media dan Respons Berbelit
Saat awak media mencoba melakukan konfirmasi kepada mantan Kanit Harda Polda Kalteng berinisial AP (dikenal sebagai Arie Putra), nomor kontak wartawan langsung diblokir. Upaya konfirmasi pun dilanjutkan kepada salah satu penyidik aktif bernama Edward JR Manulang. Namun, jawaban yang diberikan terkesan berbelit, dengan dalih dirinya tengah menangani kasus besar di Seruyan terkait sengketa lahan sawit.
Tak hanya itu, dalam rekaman pembicaraan, oknum penyidik WL pun terdengar gugup saat dikonfirmasi media dan akhirnya mengakui adanya kelalaian dalam penanganan laporan tersebut.
Dugaan Pelanggaran SOP dan Mafia Tanah
Menanggapi hal ini, pimpinan umum beberapa media seperti MJV, Pena Silet, dan Jawa Pos turut angkat bicara. Perwakilan Pena Silet, Januardi Manurung, menegaskan akan mengawal kasus ini hingga tuntas dan meminta Propam Polda Kalteng turun tangan.
“Kami minta Propam segera menindak oknum penyidik yang diduga melanggar SOP dan etik kepolisian. Ini menyangkut kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. Jangan-jangan ini bagian dari jaringan mafia tanah,” tegas Manurung kepada tim investigasi.
Menurutnya, pembiaran laporan selama lebih dari satu tahun adalah bentuk pelanggaran serius terhadap prosedur pelayanan publik dan penegakan hukum. “Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada keadilan bagi pelapor,” pungkasnya.
Reporter: Ira/irawatie