Mitramabes.com
Amurang,MGN – Praperadilan (Praper) merupakan hal biasa dalam membangun saling kontrol antara Kepolisian, Kejaksaan dan Tersangka melalui Kuasa Hukumnya atau menciptakan saling kontrol antara sesama penegak hukum. Praperadilan memiliki fungsi sebagai salah satu perwujudan penegakan hak asasi manusia dalam KUHAP.
Sidang Perdana Praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Amurang – Minahasa Selatan, pada Selasa 4 Juli 2023, perlu diketahui adalah kasus antara pelapor CEP alias Christiany E. Paruntu dan terlapor DELK alias Djeli Elisje Lesli Kumaseh yang berujung terjadi tindakan kepolisian yang tidak sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam proses penyelidikan dan penyidikan, diantaranya penyitaan serta penetapan tersangka DELK alias Kumaseh yang tidak sesuai dengan Prosedur Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sidang Praperadilan yang dipimpin Hakim Marthina Ulina Sangian Hutajulu., S.H., M.H.Li dengan agenda permohonan Praper oleh Pemohon DELK alias Kumaseh yang dikuasakan kepada Advokat Prayogha Risky Laminullah., S.H dan Advokat Artha Pirson Supit., S.H keduanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada PRL & Corporate Law Firm sebagai kuasa hukum pemohon. Sidang ini pada akhirnya ditunda oleh karena tidak hadirnya termohon yakni pihak Sat Reskrim Polres Minsel dan nanti akan dilaksanakan pada hari senin, 10 Juli 2023 jam 11.00 wita.
Ketidakhadiran Sat Reskrim dalam sidang ini, mendapat tanggapan dari Kuasa hukum pemohon yakni Prayogha R.Laminullah., S.H dan Artha P.Supit., S.H menurut keduanya dengan tidak hadirnya termohon menyebabkan keduanya sangat kecewa dan hal ini mencederai Prosedur Sidang Praper dan harus ditunda sampai minggu depan, padahal teman-teman Sat Reskrim Polres Minsel harusnya komitmen karena berdomisili di Minsel, mengingat agenda sidang ini sifatnya maraton, Kata Prayogha.
Di bagian akhir sidang ini ketika Hakim menanyakan kalau masih ada yang mau di sampaikan, Laminullah bersama Supit menyampaikan, harapan kami proses ini dapat berlangsung cepat dan tepat bahkan ketika hakim menyarankan kiranya dapat memaksimalkan ruang Restorative Justice (RJ) agar tercapai perdamaian sangat memungkinkan.
Kedua Kuasa hukum pemohon ini menyampaikan, majelis hakim yang terhormat sebenarnya telah mengetahui bahwa perkara ini terkesan sangat dipaksakan, sehingga syarat formil dalam proses penegakan hukum banyak yang dilanggar. Di duga mengkriminalisasi klien kami, apakah karena pelapor merupakan mantan Kepala daerah di Kab.Minsel yang sangat di kenal, sehingga mengesampingkan hak asasi manusia. Kami juga menghimbau bahwa perkara ini terjadi antara pelapor dan terlapor memiliki hubungan keluarga yang sangat dekat (masih bersaudara) serta sudah pada usia tidak muda lagi/usia lanjut, jadi menurut kami sangat tidak lasim terjadi pada klien kami, tutur keduanya.
Sidang ditutup oleh majelis hakim, ketika awak media menanyakan langkah kedepan terhadap proses perkara ini, Prayogha menjawab, sebagai kuasa hukum kami sangat siap untuk melakukan dan menguji atas prosedural penegakan hukum yang dilakukan oleh Polres Minsel melalui Praperadilan, kami juga siap melaporkan ke Propam Mabes Polri dan menguji apakah tindakan teman-teman penyidik sesuai aturan disiplin dan kode etik yang ada di kepolisian itu sendiri, tutup Prayogha.