Mbs.com- Sumatera Utara, Batubara- Penampakan satu unit kapal keruk (Panton), dugaan pencurian pasir laut di wilayah perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara, kembali mencuat ke permukaan, pasalnya kapal keruk pasir tersebut tanpa bendera, dan kode di bagian kapal, jelas hal ini mengeruk pasir secara ilegal di perairan Tanjung Tiram. Minggu 12 Oktober 2025.
Ironisnya, penampakan aktivitas kapal pengerukan pasir ini, sudah kerap sekali berlangsung rutin.
berkali dalam sebulan, terkait total pencurian mencapai meter kubik pasir laut, belum dapat ditafsirkan.
Menurut Syawal disapa Awal Walet menyatakan, Kapal dredger atau pengeruk pasir, dilihatnya sedang beraktivitas melakukan pengerukan pasir, kuat dugaan beliau kapal tersebut ilegal.
Lanjut awal walet, dalam pengalamanya di Batam, mereka tak punya KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut), bahkan dokumen kapal pun nihil, yang dibawa hanya Izin Nahkoda Kapal (INK) dan akta kelahiran,” cetus awal warga Tanjung Tiram.
Terpisah, mantan Ketua GM FKPPI Rayon 05 Tanjung Tiram dan salah satu tokoh pemekaran Kabupaten Batu Bara Syahrul Usman menuturkan, “peristiwa yang terjadi di perairan laut tanjung tiram sebuah kapal keruk pasir, dapat berakibat akan menghilangkan beberapa Desa yaitu Desa Guntung, Kelurahan Bagan Arya (Bagan Luar) dan Desa Bandar Rahmat (Bogak sebrang), apabila kapal pengeruk pasir tetap beroperasi di laut tanjung tiram”, tegasnya.
Tambahnya, dia meminta kepada Panglima Kodam I/BB Medan dan Dandim 0208 As, agar dapat untuk menindaklanjuti dari ada informasi kapal pengeruk pasir di wilayah perairan tanjung tiram.
Mirisnya, aktivitas ini diduga ada pembiaran dari oknum pejabat yang memiliki wewenang, dalam satu kali perjalanan, kapal-kapal ini mengisap pasir selama 9 jam dibutuhkan selama 3 hari untuk menghasilkan 10.000 meter kubik pasir.
Temuan ini kian menguatkan dugaan bahwa ada sistem perizinan gelap atau pelanggaran prosedur yang sistemik. Padahal, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Viktor Gustaaf Manoppo, menegaskan bahwa hingga kini belum ada satu pun izin resmi terkait pengelolaan hasil sedimentasi yang dikeluarkan oleh KKP sesuai PP Nomor 26 Tahun 2023.
“Artinya, semua aktivitas keruk pasir laut yang berlangsung saat ini adalah ilegal. Kalau pasir itu diekspor ke luar negeri, potensi kerugiannya sangat besar. Ini belum termasuk potensi pelanggaran lainnya,” tegas Viktor di bulan oktober 2024 lalu.
Fakta dilapangan membuktikan, bahwa kegiatan pengerukan pasir telah berlangsung tanpa kontrol dan transparansi, menimbulkan pertanyaan serius soal pengawasan.
Wilayah perairan Tanjung Tiram rawan pencurian pasir, kerap menjadi sasaran empuk pencurian sumber daya alam oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
Kepada APH dan juga dari Instansi yang terkait, agar dapat untuk menindaklanjuti dari pengerukan pasir kuarsa tersebut, karena banyak berimbas kepada hasil nelayan yang dapat menghancurkan terumbu karang, dari daerah pantai yang dangkal, juga bisa berdampak terjadinya abrasi yang kuat, bisa menghancurkan dari beberapa desa, yakni terutama desa yang terdekat pada tepi pantai. (Albs/muas)