MITRAMABES.com
LAHAT, 20 November 2025 – Kasus mega korupsi Dana Desa (DD) di Desa Lubuk Layang Ilir, Kecamatan Kikim Timur, Kabupaten Lahat, mencapai puncak ketegangan hukum. Setelah terkuaknya sindikat korupsi Rp 5,4 Miliar, Kepala Desa (Kades) kini melancarkan upaya bujuk rayu bejat terhadap perangkat desa.
Upaya ini yang merupakan indikasi kuat Obstruction of Justice adalah agar seluruh perangkat desa membuat surat pernyataan yang mengakui pemalsuan tanda tangan pada dokumen fiktif adalah atas persetujuan dari mereka masing-masing.
Langkah bujuk rayu Kades ini adalah pisau bermata dua yang sangat berbahaya:
Analisis Hukum Kritis: Upaya ini mungkin saja membuat Kades aman dari jerat pemalsuan tanda tangan (karena korban telah memberikan pengakuan persetujuan). TETAPI, Kades tidak akan pernah aman dari jerat korupsi! Sebab, surat pernyataan itu justru mengkonfirmasi bahwa seluruh Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) fiktif yang memuat penyelewengan dana adalah sah secara persetujuan Kades dan perangkat desa. Dengan demikian, Kades dan pihak yang menyetujui, terjebak dalam dakwaan korupsi dan penyelewengan dana negara. Perilaku Kades ini adalah tindakan bejat dan kurang ajar seorang perampok yang berusaha menjebak bawahan agar sama-sama basah.
Perangkat desa kini berada di ujung tanduk. Mereka adalah korban pemalsuan yang terancam menjadi tersangka korupsi jika bujukan Kades berhasil. Laporan menunjukkan bahwa pemalsuan tanda tangan dilakukan secara sistematis terhadap seluruh perangkat desa pada dokumen LPJ/SPJ Dana Desa dari 2018 hingga 2025.
Sosok kunci tersebut adalah Sdri. E.P.W., yang diketahui menjabat sebagai Pendamping Desa dan merupakan warga Desa Tanda Raja (Padang), Kecamatan Kikim Timur. Sdri. E.P.W. diduga diupah sebesar Rp 12 Juta per tahun dari Dana Desa untuk jasa pembuatan LPJ fiktif tersebut. Kolusi ini membuktikan Pendamping Desa telah mengkhianati profesi dan negara.
Indikasi kerugian negara dan eksploitasi yang didukung LPJ fiktif meliputi:
– Proyek Mangkrak: Sumur Bor (2019-2024) senilai Rp 1,12 Miliar mangkrak.
– Proyek Fiktif: Kolam Ikan senilai Rp 87,4 Juta fiktif dan tidak ditemukan di lokasi.
– Dana Aspirasi: Dicampuradukkan, termasuk bantuan sapi Rp 140 Juta.
– Eksploitasi Staf: Pemotongan gaji seluruh staf desa secara sistematis sejak 2017.
Masyarakat Desa Lubuk Layang Ilir mendesak Polda Sumatera Selatan (Polda Sumsel), Kejaksaan, dan Tipikor untuk segera mengambil tindakan tegas. Perangkat desa kini berada dalam situasi berbahaya; mereka adalah korban pemalsuan yang terancam menjadi tersangka korupsi jika bujukan Kades berhasil.
Tuntutan utama publik adalah:
– Penangkapan Segera: Mendesak penangkapan segera terhadap Kades Desa Lubuk Layang Ilir dan Sdri. E.P.W. atas dugaan Tipikor, Pemalsuan Dokumen Massal, dan Obstruction of Justice.
– Perlindungan Saksi Kunci: Meminta agar perlindungan saksi segera diberikan kepada seluruh perangkat desa yang berada di bawah ancaman bujuk rayu bejat Kades, demi mencegah mereka terlibat dalam pidana korupsi.
– Audit Forensik Total: Mendesak Audit Investigatif Forensik Total terhadap seluruh LPJ DD dari tahun 2018 hingga 2025.
# Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
# Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT)
# Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI
#Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam)
# Kejaksaan Agung RI / Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri)
# Gubernur Sumatera Selatan
# Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan (Tipikor)
# Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan
# Inspektorat Provinsi Sumatera Selatan
# Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Sumatera Selatan
# Bupati Lahat
# Inspektorat Kabupaten Lahat
# Kejaksaan Negeri (Kejari) Lahat
# Kepolisian Resor (Polres) Lahat
(H.-Red)









