Aceh Timur.Mbs.com – Malam Minggu, 13 September 2025, suasana duka menyelimuti Dusun Tualang, Gampong Pante Rambong, Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur. Seorang warga, Doman bin Araman, berpulang ke Rahmatullah di rumahnya. Tangis keluarga bercampur doa-doa yang dipanjatkan para tetangga, sahabat, dan kerabat yang datang melayat.
Di tengah suasana kehilangan itu, hadir sebuah kepedulian dari pemerintah gampong paska meninggal dunia Doman bin araman, Pemerintah Gampong Pante Rambong menyalurkan santunan kematian sebagai bentuk perhatian dan dukungan moral kepada keluarga yang ditinggalkan.
Penyerahan berlangsung sederhana di rumah duka. Hermanto, Keuchik Pante Rambong, memimpin langsung penyerahan santunan yang diterima oleh Jamaluddin, anak almarhum. Sejumlah perangkat gampong dan tokoh masyarakat ikut hadir, di antaranya Kaur Umum Ibrahim, Kepala Dusun Tualang Tarmizi, Kepala Dusun Alue Meunuang Alamsyah, Imum Mukim Tgk. Abdul Wahab, tokoh agama Abu Mawardi, tokoh masyarakat Bakhtiar, serta Ridwan, Ketua Pemuda Dusun Tualang, zul Fahmi imam dusun Tualang.
Bagi Hermanto, program santunan kematian bukan sekadar rutinitas pencairan Dana Desa, melainkan sebuah wujud nyata bahwa gampong hadir saat warganya sedang berduka. “Kami ingin memastikan bahwa setiap warga yang ditinggalkan keluarganya tidak merasa sendiri. Ada gampong yang peduli, ada masyarakat yang siap menopang, ujarnya.
Jamaluddin, dengan mata yang masih sembab, menerima santunan itu dengan penuh haru. Baginya, uang yang diterima bukan hanya materi, melainkan tanda bahwa ayahnya dihormati dan keluarganya tidak dibiarkan menanggung duka sendirian. “Kami berterima kasih kepada pemerintah gampong dan semua yang hadir. Ini sangat berarti bagi kami, katanya pelan.
Program santunan kematian ini sudah menjadi bagian dari perencanaan Gampong Pante Rambong sejak dikeluarkan edaran bupati Aceh Timur, Hingga September 2025 tercatat sudah tujuh kali santunan disalurkan untuk warga yang meninggal dunia, Dana Desa yang selama ini sering dianggap hanya fokus pada pembangunan fisik, di Pante Rambong juga diarahkan untuk pembangunan sosial—menguatkan solidaritas, mempererat kepedulian, dan meneguhkan rasa persaudaraan.
Di luar rumah duka, tampak warga saling bertegur sapa dan berbincang, sebagian menyalami Jamaluddin sebagai bentuk penguatan hati. Momen itu menjadi pengingat bahwa kebersamaan adalah kekuatan terbesar sebuah gampong.
Santunan kematian di Gampong Pante Rambong bukanlah sekadar bantuan uang, melainkan simbol bahwa kepedulian masih hidup, dan gotong royong masih berdenyut di tengah masyarakat. Di balik tangis kehilangan, terselip rasa syukur bahwa sebuah gampong mampu hadir memberi harapan, di saat warganya sedang dalam kesedihan.(Samsul lnb)