Cirebon, Jawa Barat || Mitramabes.com // Dunia pendidikan kembali tercoreng. Alih-alih menjadi tempat mencetak generasi cerdas dan berintegritas, sejumlah sekolah di Kota dan Kabupaten Cirebon justru diduga kuat menjadi “pasar gelap” terselubung, hingga disangka program MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) di Sponsori produk susu bermerk HILO, dan tanpa izin resmi dari Dinas Pendidikan. Jum’at (25/7/2025).
Temuan awak media mengarah pada praktik penjualan sistematis susu Hilo di SMP Negeri 7 Kota Cirebon, yang berlokasi di Jl. Ciremai Raya No. 65, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, dan SMP Negeri 1 Talun, Jl. Nyi Arumsari, Desa Kecomberan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.
SMPN 7 Kota Cirebon Penjualan Berkedok Program Gizi Seolah Program Dari Pemerintah ?
Kepala Sekolah Dra. Euis Sulastri, M.Pd. diduga membiarkan terjadinya praktik penjualan susu HILO yang dikemas seolah program pemerintah dalam pemenuhan gizi. Dalam laporan yang diterima awak media dari orang tua siswa, diketahui ada dugaan program MPLS dijadikan alat demi mengejar target penjualan produk susu Hilo, dengan per siswa diwajibkan membawa dengan membeli sebanyak 9 susu Hilo, namun sebagian orang tua siswa mengaku memilih membeli diluar sekolah karena lebih murah.
Bukti diperkuat dengan adanya rekaman percakapan antara orang tua siswa dan seorang guru berinisial “RV” menyebutkan, siswa diarahkan membeli susu HILO
seharga Rp 9.000. Meski pihak sekolah berdalih tidak ada paksaan, namun fakta di lapangan menyiratkan tekanan halus agar siswa tetap membeli, dengan narasi “demi kesehatan dan gizi”.
Ketika dikonfirmasi, pihak Kepala sekolah justru memberikan jawaban mengambang dan menutupi fakta. Lebih ironis, Awak media yang meminta klarifikasi, malah di ancam akan di polisikan dengan tuduhan adanya pemerasan, sedangkan dalam rekaman suara tidak ada sedikitpun kata yang mengarah pada yang dituduhkan, bahkan yang tak habis pikir, Kepala sekolah meminta kasus ini ditutup, dan mengatakan bisa membahayakan Awak media jika kasus ini mencuat ke publik, dan berikan pilihan mengajak bermitra.
SMPN 1 Talun. Awalnya Bantah, Fakta Bicara Sebaliknya
Berbeda gaya, serupa substansi. Kepala SMPN 1 Talun, Sunarto, awalnya mengaku tidak tahu-menahu adanya penjualan susu HILO di sekolah. Kepala koperasi sekolah pun ikut mengelak. Dalam penyelidikan media sekaligus merekam, justru membuka borok yang tak terbantahkan.YD berdalih telah “meminta izin” meski belum mendapatkan tanggapan resmi, dengan alasan, karena kepala sekolah sedang sibuk. Akhirnya mengambil keputusan sendiri. Beberapa siswa mengakui adanya penjualan susu HILO yang dikordinir oleh ketua OSIS berinisial NZW, atas arahan guru kesiswaan berinisial YD. YD akhirnya mengakui adanya praktik ini, bahkan mendapat keuntungan sekitar Rp 1.200 per kotak susu dari harga jual Rp 8.000, dan hasilnya “untuk kegiatan OSIS”. Lantas, bagaimana kegiatan OSIS bisa menggunakan dana dari hasil penjualan susu Hilo, sedangkan kepala sekolah tak tahu asal-usulnya?
Modus Serupa Terjadi di Beberapa Sekolah Lain
Praktik ini rupanya bukan insiden tunggal. Di SMPN 6 Kota Cirebon, berbeda versi yang tidak menyediakan produk susu Hilo disekolah, tetapi siswa diwajibkan membawa susu HILO dalam kegiatan MPLS, dengan cara membeli di luar sekolah, yang umumnya di jual di mini market dan supermarket. Sejumlah orang tua mengeluh karena harus berburu susu ke berbagai tempat, hingga didapatkan perbandingan harga yang dijual di sekolah lebih mahal dari pasaran diluar sekolah.
Harga susu Hilo yang dijual di sekolah
Rp 9.000 (SMPN 7)
Rp 8.000 (SMPN 1 Talun)
Harga susu Hilo (Asia Toserba)
Rp 7.650
Harga susu Hilo di (Superindo)
Rp 8.700
Jika tujuan penjualan benar untuk gizi siswa, mengapa harus merek HILO? Bukankah ada banyak susu lain yang memenuhi standar gizi serupa dengan harga lebih terjangkau dan lebih dulu dikenal dimasyarakat ?
Distributor Mengakui, Tak Kantongi Izin
Awak media juga berhasil menemui pihak perwakilan dari distributor susu HILO berinisial ZLF, yang diketahui aktif menawarkan produk ini ke sejumlah sekolah. Saat diminta bukti legalitas kegiatan penjualan maupun kerja sama dengan Dinas Pendidikan, ZLF tidak mampu menunjukkan satu pun dokumen resmi. Bahkan ia secara terbuka mengakui tidak mengajukan permohonan izin kepada instansi pendidikan terkait.
Pernyataan ini mempertegas dugaan bahwa penjualan susu HILO di lingkungan sekolah dilakukan secara ilegal dan tanpa pengawasan dari pihak berwenang. Lebih dari itu, pola pendekatan distributor ke sekolah-sekolah dilakukan tanpa mekanisme transparan, seolah menjadikan siswa sebagai sasaran pasar eksklusif.
Praktik ini jelas bertentangan dengan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 43/PK.03.04/KESRA Tahun 2025, yang secara tegas melarang segala bentuk aktivitas bisnis di lingkungan sekolah maupun pungutan yang membebani orang tua siswa.
Dugaan Kolusi Dagang dan Eksploitasi Dunia Pendidikan
Terdapat indikasi kuat bahwa penjualan susu HILO ini merupakan strategi praktik kolusi dagang terselubung yang dilakukan secara sistematis oleh pihak distributor dengan memanfaatkan sekolah sebagai pasar tertutup, akibat susu Hilo dipasaran kurang diminati dimasyarakat. Strategi ini tidak hanya mencoreng dunia pendidikan, tetapi juga menyeret anak-anak sekolah sebagai alat komersial.
Melihat keseriusan kasus ini, awak media akan mengirim surat terbuka kepada Dinas Pendidikan Kota dan Kabupaten Cirebon serta Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, agar segera melakukan penyelidikan menyeluruh dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam praktik ilegal ini.
Catatan Tajam Untuk Semua Sekolah
Sekolah bukan pasar. Siswa bukan konsumen. Dan pendidikan bukan alat dagang.
Siapa pun yang menyelundupkan praktik komersial di balik nama pendidikan, telah mencederai amanah dan masa depan bangsa.
Reporter: AgusMBS