BUNGO // MBS – Persoalan internal Koperasi Tuah Sepakat Batang Uleh (TSBU) hingga kini masih menuai pro dan kontra. Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh perwakilan empat dusun se-Batang Uleh di Kantor Bupati Bungo beberapa waktu lalu menjadi sorotan publik dan memunculkan perbedaan pandangan di tengah masyarakat.
Dari hasil unjuk rasa yang digelar anggota koperasi sekitar sepekan lalu, salah satu keputusan yang diambil adalah pembekuan sementara rekening kepengurusan koperasi. Kebijakan tersebut justru memicu polemik baru karena adanya dua kubu yang berbeda pandangan dalam tubuh koperasi TSBU.
Menanggapi hal tersebut, Sayuti, salah satu tokoh yang ikut dalam perjuangan anggota koperasi, menyampaikan bahwa langkah yang mereka ambil semata-mata untuk memperjuangkan hak masyarakat Batang Uleh. Ia bahkan menyebut aksi tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan. “Apa yang kami lakukan ini adalah perjuangan anggota koperasi. Ini bentuk melawan kezaliman. Dan buah dari unjuk rasa kemarin adalah jalan tengah yang paling bisa diterima,” ujar Sayuti.
Ia menegaskan bahwa keputusan yang diambil oleh Bupati Bungo sudah bersifat final dan dinilai adil oleh pihaknya.
“Apa yang diputuskan Bupati sudah final dan benar menurut kami. Itu keputusan yang adil,” tegasnya.
Berdasarkan salinan berita acara yang ditandatangani Bupati Bungo H. Dedi Putra, disebutkan bahwa sehubungan dengan adanya dualisme kepengurusan Koperasi Tuah Sepakat Batang Uleh (TSBU), maka pengelolaan tandan buah segar (TBS) yang bermitra dan dikelola bersama PT SKU untuk sementara pencairannya dibayarkan melalui para rio se-Batang Uleh. Adapun rio yang dimaksud yakni Rio Tebing Tinggi Uleh, Rio Rambah, Rio Bukit Kemang, dan Rio Renah Jelmu.

Lebih lanjut, Sayuti juga menyinggung pengalamannya saat pernah mengurus koperasi pada tahun 2015–2016. Menurutnya, transparansi adalah hal utama yang harus dijunjung tinggi dalam pengelolaan koperasi.
“Dulu waktu saya mengurus koperasi, laporan keuangan harus transparan. Bahkan kami pasang papan informasi di masjid-masjid supaya masyarakat tahu berapa produksi, biaya pengeluaran, hasil bagi hasil, dan berapa jasa pengurus,” jelasnya.
Ia menambahkan, setiap pergantian kepengurusan harus dilakukan serah terima yang jelas, mulai dari aset koperasi, saldo, hingga dokumen dan data lengkap, sehingga sewaktu-waktu dapat diaudit.
Sayuti juga melontarkan kritik keras terhadap pengurus koperasi saat ini yang dinilainya tidak transparan dan tidak tertib administrasi.
“Pengurus sekarang ini tidak transparan, administrasi tidak jelas. Cuma kasih uang saja tanpa data. Emangnya masyarakat bodoh semua? Inilah yang membuat saya terpanggil memperjuangkan hak masyarakat Batang Uleh,” ungkapnya.
Selain itu, Sayuti turut menanggapi pemberitaan yang beredar pasca-unjuk rasa. Ia menyayangkan adanya oknum jurnalis yang dinilainya tidak berpegang pada kode etik jurnalistik.
“Saya juga aktivis dan memegang kartu jurnalis. Peganglah aturan, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Ada 11 kode etik jurnalistik, salah satunya tidak boleh menuduh dan menghakimi. Harus konfirmasi dan berimbang. Saya minta berita kemarin disesuaikan dengan fakta dan aturan jurnalistik,” pungkas Sayuti.
Hingga kini, persoalan Koperasi TSBU masih menjadi perhatian masyarakat Batang Uleh, dengan harapan adanya penyelesaian yang adil, transparan, dan tidak merugikan anggota koperasi, (***).










