Halmahera Selatan, Maluku Utara – Mitramabes.com // Ratusan warga Pulau Obi yang tergabung dalam berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Halmahera Selatan berencana kembali melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di depan Pengadilan Negeri (PN) Labuha pada Senin, 4 Agustus 2025.
Aksi ini digelar sebagai bentuk protes terhadap eksepsi yang diajukan oleh pihak tergugat, PT. Trimega Bangun Persada (PT. TBP) Tbk, yang meminta agar perkara nomor: 12/Pdt.G/2025/PN Lbh dialihkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Salah satu orator aksi, yang enggan disebutkan namanya dalam pemberitaan ini, menyebut bahwa permintaan relokasi perkara tersebut adalah bentuk nyata dari upaya pemindahan keadilan oleh pihak korporasi yang ingin lepas dari tanggung jawab hukum.
“Hari Senin tanggal 4 Agustus, kami akan kembali turun aksi di PN Labuha, mendesak agar Majelis Hakim menolak eksepsi tergugat. Ini adalah bentuk perlawanan kami terhadap praktek relokasi perkara yang tidak memiliki dasar hukum kuat dan mengingkari perjanjian bersama,” ujar orator kepada media, Minggu (3/8/2025).
Ia menegaskan bahwa jika permintaan eksepsi tersebut dikabulkan oleh majelis hakim, maka itu merupakan bentuk keberpihakan hukum kepada korporasi, bukan kepada keadilan yang sejati.
Perkara ini sendiri merupakan gugatan wanprestasi yang diajukan oleh ahli waris almarhum Hamisi La Awa, yakni Arif Laawa dan keluarganya, terhadap PT. TBP. Gugatan didasari oleh pelanggaran atas perjanjian pembebasan dan pelepasan hak atas tanah seluas 18 hektar yang telah disepakati kedua belah pihak.
Dalam surat perjanjian tertanggal 7 September 2024, sebagaimana dijelaskan oleh orator, telah ditegaskan bahwa segala bentuk perselisihan akan diselesaikan melalui musyawarah, dan apabila tidak tercapai mufakat, maka akan diselesaikan melalui lembaga peradilan dengan domisili hukum di Pengadilan Negeri Labuha.
“Pasal 9 poin 3 dan 4 sangat jelas menyebutkan bahwa jika ada perselisihan, maka penyelesaian dilakukan di PN Labuha, bukan di Jakarta atau tempat lain. Ini bukti hitam di atas putih yang ditandatangani kedua pihak, disaksikan saksi dan diketahui pihak kepolisian,” tegasnya.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh para ahli waris : Arif Laawa, Dewi Laawa, Irwan Laawa, dan Sulfia Lawa selaku pihak pertama, serta Hasto Teguh Kuncoro mewakili PT. TBP selaku pihak kedua. Penandatanganan disaksikan oleh aparat Polres Halmahera Selatan.
Orator juga menyampaikan bahwa apabila relokasi perkara ini tetap dilakukan, maka massa akan menggelar aksi lanjutan dengan skala yang lebih besar. Bahkan, mereka siap melakukan aksi pemboikotan terhadap seluruh aktivitas produksi tambang nickel milik PT. TBP yang beroperasi di Desa Kawasi, Pulau Obi.
“Jika PN Labuha memutuskan untuk meloloskan permintaan relokasi ini, maka kami akan terus menggelar aksi tanpa henti, dan memboikot seluruh aktivitas tambang nickel di Obi. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang terang-terangan,” pungkasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa relokasi perkara ini adalah bentuk “penjaliman hukum secara nyata” yang sengaja dilakukan oleh elit perusahaan untuk menghindari proses hukum di wilayah tempat sengketa terjadi.
Gelombang aksi ini menambah tekanan terhadap PN Labuha yang saat ini tengah disorot publik atas proses hukum perkara sengketa tanah tersebut. Masyarakat berharap majelis hakim tetap memegang teguh asas keadilan dan tidak tunduk pada tekanan modal.
Reporter : Agsjabar