Bone, mitramabes.com – Praktik curang penjualan pupuk bersubsidi yang dipaketkan dengan pupuk nonsubsidi kembali mencoreng citra penyaluran pupuk Desa Passippo, Kecamatan Palakka, Kabupaten Bone. Sulawesi Selatan.
Kios Maju Akbar di Desa Passippo, Kecamatan Palakka, berani dan terang-terangan melanggar aturan, membebani petani paketkan pupuk non subsidi dengan harga yang “diluar nalar” dan mengabaikan kebijakan pemerintah.
Kasus ini menjadi sorotan tajam setelah beberapa petani yang merasa dirugikan buka suara.
Salah seorang petani, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengeluh,
“Saya diantarkan 15 zak pupuk bersubsidi dan 15 kantong pupuk nonsubsidi. Satu zaknya saya bayar Rp155.000, baik itu urea maupun Ponska, harganya sama.”
Nominal ini jauh melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah untuk pupuk bersubsidi:
Urea: Rp112.500 per zak
NPK Ponska: Rp115.000 per zak
Hal ini, Ketua Kelompok Tani Rudi, membenarkan praktik dan harga pupuk subsidi tersebut, dijual mahal.
“Apa yang dikatakan petani itu benar, Pak. Rp155.000 sampai di rumah petani,” ujar Rudi, Selasa 27/5/2025.
“Saya diantarkan pengecer Rp140.000 per zak, itu sudah termasuk pupuk non subsidi sampai di rumah. Lalu saya antarkan ke petani ada biaya tambahan Rp15.000 per zaknya, jadi total petani membayar sebesar Rp155.000 per zak nya, sudah termasuk biaya antar dan satu kantong paket nonsubsidi.”
Praktik ini sangat memberatkan petani, yang seharusnya mendapatkan akses pupuk bersubsidi dengan harga terjangkau, namun sebaliknya.
Padahal sebelumnya, telah ada rapat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sosialisasi menyeluruh kepada seluruh pengecer di Kabupaten Bone, yang menegaskan bahwa praktik pemaketan pupuk bersubsidi dengan pupuk nonsubsidi sudah dilarang keras.
Namun, Kios Maju Akbar milik Salama, ini justru berani dan terang- terangan melanggar ketentuan peraturan dan perundang undangan tentang pupuk bersubsidi.
Saat dikonfirmasi, Salama sendiri membenarkan adanya paket dan harga yang dipatoknya.
Tindakan pemaketan pupuk bersubsidi dengan nonsubsidi serta penjualan di atas HET adalah pelanggaran serius terhadap regulasi yang berlaku, sebagaimana:
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 4 Tahun 2023: Mengatur penyaluran pupuk bersubsidi dan menegaskan prinsip “6 Tepat” (Jenis, Jumlah, Harga, Tempat, Waktu, Mutu). Penjualan paket dan di atas HET jelas mengabaikan prinsip Tepat Harga dan Tepat Jumlah.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 77 Tahun 2005 (diubah dengan Perpres Nomor 15 Tahun 2011): Menempatkan pupuk bersubsidi sebagai barang dalam pengawasan.
Pemaketan adalah penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran terhadap pengawasan.
Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) terkait HET Pupuk Bersubsidi: Seperti Permentan Nomor 10 Tahun 2022 (diubah beberapa kali, termasuk Permentan Nomor 1 Tahun 2024 dan Permentan Nomor 4 Tahun 2025) yang mengatur HET pupuk bersubsidi.
Penjualan di atas HET merupakan pelanggaran pidana.
Ancaman Sanksi Berat Menanti Pelaku
Pelaku yang terbukti melakukan penyimpangan dalam penyaluran pupuk bersubsidi dapat dikenai sanksi berat, mulai dari sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha hingga sanksi pidana.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pelaku usaha yang memperdagangkan barang dalam pengawasan tanpa izin atau tidak sesuai ketentuan dapat dijerat pidana penjara dan/atau denda.
Selain itu, jika terbukti adanya unsur penipuan atau kerugian materiil terhadap petani, pelaku juga dapat dijerat sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kasus di Bone ini harus menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak yang terlibat dalam distribusi pupuk bersubsidi.
Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum diharapkan segera turun tangan untuk mengusut tuntas praktik ilegal ini dan memberikan sanksi tegas kepada pelakunya.
(Redaksi/AA-Faisal)