PALEMBANG/MBS- Pelapor Ratna Juwita Nasution (JN), terkesan bertele-tele dan menghambat proses penyidikan polisi. Untuk itu Pelapor Ratna JN meminta Bapak Presiden melalui KPK serta Bapak Kapolda untuk memeriksa oknum BPN tersebut
“Saya punya laporan dipolisi tentang pengrusakan 170 KUHP, dilahan saya. penyidik meminta, saya untuk kekantor BPN Kota Palembang, untuk membayar biaya pengukuran ulang
Lalu pergilah saya kekantor BPN dengan membawa sertifikat saya yang sudah dipecah oleh BPN.
Sertifikat SHM kami tahun 1979. Induknya 216 R, atas nama H Mansyur Bin Ibrahim, untuk kepentingan hukum, saya bayar seluruh untuk pengukuran ulang lebih kurang 14 persil, dengan (delapan) sertifikat,” ungkapnya kepada wartawan media Sabtu (25/03/2023).
Menurut Ratna JN, disertifikat yang sudah dipecah ini, mau diukur ulang oleh penyidik, jadi terhambatnya penyidikan dikarenakan BPN diduga bertele-tele untuk mengukur ulang terlalu banyak alasan.
“Setahun yang lalu saya sudah bayar 8 persil itu, alasannya cuaca, dan jadi tidak bisa mengukur.
Oke saya bilang gak apa-apa, dikeluarkanlah oleh kepolisian Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), yang menyatakan BPN berjanji akan mengukur ulang kembali apabila cuaca sudah bagus,” terangnya.
Setelah cuaca bagus, Ratna JN menambahkan, bertanya lagi langsung ke BPN, kapan pengukuran ulang yang sudah Ratna JN bayar itu, namun jawaban BPN “bu sudah dianggap hangus karena sudah lewat waktu, ibu harus bayar lagi katanya”.
“Ya Allah kata saya kok saya harus bayar lagi, sementara yang sudah saya bayar 8 persil belum terlaksana, saya harus mengeluarkan duit lagi nih, demi untuk kepentingan penyidikan, oke saya bayar.
Namun pihak BPN beralasan lagi belum ditentukan Kepala Kantor (Kakan) belum ada koordinasinya dari BPN ke kepolisian.
Sementara dari staf khusus Wakil Menteri (Wamen) RPBN Kementerian Pertanahan sudah datang ke Palembang ke Kanwil Provinsi bertanya dengan Kanwil bertanya dengan Kakan, apakah letak tanah ibu Ratna Juwita Nasution atas nama Mansyur Bin Ibrahim letak titik koordinatnya disitu, betul jawaban Kanwil dan Kakan di video call lah dari Kementerian ke Kakan Kota, jawaban Kakan Kota apa?,
kami tinggal kordinasi dengan polisi, tapi ini sudah berlarut-larut. Nanti yang saya takuti ini hangus lagi untuk yang kedua kalinya. Ini sudah merugikan masyarakat, bayar terus-bayar terus.
Tapi tidak pernah dilaksanakan, timbul pertanyaan?, tujuan BPN ini apa?”, papar Ratna JN.
Ratna menduga, apakah mengambil duit orang dengan cara halus begitu, ngumpulin duit orang terus. Tetapi tidak dilaksanakan, membodoh-bodohi masyarakat. “Yah sudah gak apa-apa saya laporkan ke KPK, saya punya bukti kok, ada kwitansi.
Kalau ini masih tidak terlaksanakan saya akan menempuh jalur hukum, gak perduli siapapun, karena saya sudah memegang titik kordinat sudah ada, pengakuan dari Kepala BPN Kepala Kakan atas nama Edison, dia sudah mengakui titik kordinat saya disana dan ini sudah jadi 8 sertifikat. Yang mau diukur demi kepentingan hukum itu yang sudah jadi inilah. Kenapa? Dihambat terus oleh oknum BPN, memangnya BPN ini ada apa?”, cetus Ratna kesal.
Mana keterbukaannya, mana transparan kata Menteri itu, ini akan saya ajukan ke kementerian, gak apa-apa kalau BPN gak mau juga mengukur ulangnya, tapi ingat yah saya sudah bayar bukti kwitansi saya ada dan bukti pernyataan mereka juga ada, karena mereka akan ukur ulang lagi, sampai saat sekarang tidak diukur-ukur,” tambah Ratna.
“Ada rahasia apa BPN ini, diatas tanah saya ini, diatas seretifikat saya ini. Pernah yang mengukur tanah saya ini petugas BPN ganti-ganti, orang, pernah atas nama pak Dika, pak Lufi, pak Isa, itu ditahun 2016. Surat itu dikeluarkan tahun 2017, kelang 1 tahun baru keluar surat.
Itupun di minta waktu itu oleh pengacara saya Egi Sujana SH, pak Egi Sujana bertanya melalui surat bahkan secara langsung datang kepada BPN, dimana tanah klien kami yang kalian terbitkan sertifikatnya nomor sekian-nomor sekian, yang kalian ukur titik kordinatnya ada di 16 ulu, kan kalian yang memeriksa lewat sistem pun tentu telah kalian coba, benar disitu letaknya,karena lahan itu kami kuasai.
Sekarang lahan itu telah dikuasai sama mafia dan terduga mafia itupun sudah putusan Makamah Agung dengan hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) bulan penjara. Namun putusan eksekusi hukuman terdakwa atas nama Tjik Maimunah tidak terlaksana dengan alasan sakit,” tegas Ratna.
Masih menurut Ratna JN, sementara untuk menemui seperti Kakan dan Kepala Seksi Pengukuran Kota Palembang itu susah minta ampun, lebih-lebih masuk ke Makamah Agung, lebih-lebih menemui Presiden, sedangkan menemui Kapolda saja gampang, proses untuk ketemu itu, harus membawa sertifikat induk dan harus diperiksa dulu kelengkapan suratnya, KTP nya mana, jual belinya mana, kalau ada ahli waris, ahli warisnya mana, KTP ahli warisnya mana.
Tapi ada sebelah pihak diduga mafia tanah gak perlu bayar pajak, gak perlu pakai SHM justru gampang pengukurannya. Sedangkan diduga mafia yang kami lawan ini bermodalkan Surat Pengakuan Hak (SPH) tetapi mudahnya dia untuk membayar pajak.
Dikeluarkan dari Kelurahan 16 Ulu, sedangkan kita mau menemui Lurah saja susah, menemui Camat juga susah”, ucapnya.
Ratna menuturkan, disamping itu pihak penyidik sudah berapa kali mendatangi BPN menanyakan perihal pengukuran ulang tetapi BPN terlalu banyak alibi dan alasan, pertama belum ditentukan petugas ukurnya, kedua belum ditandatangani Kakan, sedangkan setahun yang lalu alasan cuaca.
“Toh duit saya hilang begitu saja. Jadi gimana penyidik mau meneruskan penyidikannya sementara BPN tidak ada gerakkannya.
Tolong pak Presiden melalui Kapolda Sumsel segera diadakan pemeriksaan oknum BPN Kota Palembang.
Dengan alasan BPN kota tidak mau melaksanakan pengukuran ulang sedangkan sudah 2 kali pembayaran diloket guna untuk laporan kepolisian yang dilakukan Kuasa Hukum Tjik Maimunah dan anak-anaknya”, Ratna JN.
Untuk diketahui sebelumnya menurut keterangan petugas BPN Kota Palembang Umi Kalsum pada sidang Perdata di Pengadilan Negeri Klas IA Khusus Palembang, saat sidang lapangan ketika di tanyai Hakim Abu Hanifah SH MH, petugas BPN selaku Staf Sengketa BPN Umi Kalsum membenarkan bahwa titik lokasi tanah milik Ratna Juwita Nasution pada Sertifikat Induk 16.900 meter, merupakan objek sengketa lokasi tanah tersebut.
Benar Lokasinya ada disini bersetifikat, tapi kami tidak bisa memastikan batas-batasnya karena belum melakukan pengembalian batas karena tidak berhasil pada saat itu. Namun pada saat pemecahan itu dilakukan pengukuran untuk mecah sertifikat,” terang Umi Kalsum sembari ditambahkan Hakim Abu Hanifah, bahwa didalam sertifikat itu, ada surat ukurnya.
Sebagaimana mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo,
Pemerintah berkomitmen penuh dalam memberantas mafia tanah.
Oleh karena itu, Jokowi meminta jajaran Polri tidak ragu mengusut para mafia tanah. Presiden Joko Widodo juga meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang, serius dalam memberantas mafia tanah karena menyulitkan masyarakat yang mengurus sertifikat,
( MR MBS )