Kepulauan Meranti, Riau Mitramabes.Com – Perambahan hutan rencana jadi Rumah Ibadah (Vihara) di Kuala Asam, Teluk Belitung, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau terkesan dibiarkan oleh pemerintah dan pihak berwenang.
Pelakunya yang diduga pihak Yayasan Maitreya Loka seolah-olah kebal hukum.
Sebab, perambahan hutan rencana jadi Rumah Ibadah (Vihara) sudah lama terjadi.
Aktivitas perambahan menggunakan alat berat excavator secara ilegal berlangsung di sana.
“Kenapa belum ada tindakan ? Padahal sudah nyata-nyata. Kalau dibiarkan dan tutup mata, hutan kita semua bisa menjadi milik pribadi. Pemerintah dan pihak berwenang harus bergerak”, pinta Sekretaris DPD Team Libas, Dwi Jannatul, saat ditemui di sekretariat, Kamis (17/04/25).
Dwi Jannatul mengatakan, tentu untuk kelestarian ekosistem hutan yang memberikan kehidupan kepada manusia. Secara ekologis kawasan hutan berfungsi sebagai penyangga sumber penghidupan bagi masyarakat.
“Sudah saatnya pemerintah dan pihak berwenang peka dengan apa yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti, agar nantinya dampak negatif tidak terjadi”, bebernya.
Sebelumnya, pihak UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tebingtinggi, telah mengeluarkan surat yang menyatakan lokasi perambahan rencana jadi Rumah Ibadah (Vihara) tersebut masuk kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Seharusnya, yang diduga pelaku yakni, pihak Yayasan Maitreya Loka tidak mengedepankan kepentingan pribadi tanpa harus mengantongi izin untuk melanjutkan aktivitasnya.
“Dalam hal ini, perambahan hutan yang merupakan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), maka harus terlebih dahulu dilepaskan statusnya dari kawasan hutan milik negara”, sampainya.
Lanjut Dwi Jannatul, terkait perambahan kawasan hutan negara di Kabupaten Kepulauan Meranti yang belum dilepaskan terlebih dahulu statusnya dari kawasan hutan milik negara merupakan tindakan extraordinary crime yang berdampak besar dan multidimensional. Jelas kejahatan ini dianggap lebih serius daripada kejahatan pada umumnya, dan siapa yang terlibat dianggap musuh negara.
Dwi juga menjelaskan, negara telah menyiapkan Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 1999, untuk bidang kehutanan. Bahkan karena dinilai kurang kuat untuk payung hukum menjaga kelangsungan kawasan hutan, maka dibuat lagi Undang-Undang (UU) No. 18 Tahun 2013.
Pada dasarnya, didalam Undang-Undang (UU) tersebut pemerintah sudah diberi mandat oleh negara mengurus hutan.
Maka dari itu pemerintah dengan segala kebijakannya juga turut mengeluarkan peraturan-peraturan untuk menjaga hutan. Sedangkan berkaitan dengan sanksi Undang-Undang (UU) No. 41 Pasal 50 sangat jelas menyampaikan larangan-larangan berkegiatan didalam kawasan hutan. Mulai dari membakar, menebang apalagi memasukkan alat berat, disana poinnya ada didalam Undang-Undang (UU) tersebut.
“Jadi sangat menyedihkan kalau kita melihat keadaan kawasan hutan negara khususnya di Kabupaten Kepulauan Meranti ini. Sebagian besar sudah dirambah menjadi usaha-usaha dan menjadi milik pribadi yang diduga dilakukan oknum-oknum berpendidikan. Dimana mereka sangat hebat dan mengerti tentang hukum serta aturan yang ada namun, dengan mudah mengangkangi Undang-Undang (UU) serta seluruh aturan yang dibuat oleh negara dan pemerintah”, Tegasnya.
Indre