
Pontianak,-Mitramabes.com
Pemberitaan Kalimantan Post yang menuding Ketua AWI Kota Pontianak kerap “memasuki dan mencampuri urusan kewilayahan” patut dipertanyakan secara serius dari sisi akurasi, logika jurnalistik, serta landasan normatifnya. Narasi yang dibangun bukan hanya keliru, tetapi menunjukkan kelemahan mendasar dalam memahami prinsip dasar pers nasional.

Dalam praktik jurnalistik di Indonesia, tidak pernah dikenal pembagian wilayah liputan bersifat eksklusif yang mengikat wartawan berdasarkan batas administratif atau struktur organisasi. Wartawan bukan pejabat birokrasi yang dibatasi teritorial kerja.
Kebebasan liputan dijamin oleh negara, dan melekat pada profesi wartawan di seluruh wilayah Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Lebih jauh, pemberitaan Kalimantan Post menunjukkan kekeliruan mendasar lain, yakni mencampuradukkan urusan organisasi dengan hak profesi wartawan. Ketua AWI Kota Pontianak adalah wartawan aktif, sehingga posisinya di organisasi tidak menggugurkan hak liputannya di wilayah mana pun di Indonesia.
Jika logika pemberitaan Kalimantan Post digunakan, maka harus diterima pula:
1. Wartawan yang memiliki jabatan organisasi tidak boleh meliput di luar kota domisilinya.
2. Kebebasan pers tunduk pada batas administratif organisasi, bukan pada aturan undang-undang.
3. Wartawan kehilangan independensinya hanya karena suatu jabatan.
Kesimpulan seperti ini jelas menyesatkan, bertentangan dengan demokrasi, dan mengancam prinsip kebebasan pers nasional. Media seharusnya menjaga kejernihan nalar publik, bukan memproduksi persepsi keliru yang berpotensi membatasi ruang gerak wartawan.
Hak Jawab atas Pemberitaan Kalimantan Post
Sehubungan dengan pemberitaan Kalimantan Post yang menyebut Ketua AWI Kota Pontianak memasuki dan mencampuri urusan kewilayahan, berikut kami sampaikan hak jawab secara resmi:
1. Dalam praktik jurnalistik nasional, tidak terdapat aturan yang membatasi wilayah kerja wartawan berdasarkan daerah organisasi atau jabatan tertentu.
2. Ketua AWI Kota Pontianak adalah wartawan aktif dan memiliki hak serta kewajiban yang sama dengan wartawan lain untuk melakukan peliputan di seluruh wilayah NKRI.
3. Organisasi wartawan berfungsi sebagai wadah profesi, bukan sebagai lembaga pengatur batas wilayah liputan.
4. Pemberitaan Kalimantan Post dinilai tidak cermat dalam membedakan kapasitas organisasi dengan hak profesi wartawan, sehingga berpotensi membentuk opini keliru di tengah masyarakat.
Kami berharap hak jawab ini dimuat secara proporsional sesuai amanat UU Pers No. 40/1999 Pasal 5 ayat (2) demi menjaga keberimbangan informasi.
Praktisi Pers: Kalimantan Post Keliru Memahami Aturan Liputan Jurnalistik
Pemberitaan Kalimantan Post mengenai Ketua AWI Kota Pontianak turut menuai kritik dari berbagai praktisi pers. Narasi kewilayahan tersebut dinilai tidak memiliki landasan hukum maupun etika jurnalistik.
Dalam dunia pers nasional, tidak dikenal pembatasan liputan wilayah berdasarkan struktur organisasi atau jabatan wartawan.
“Setiap wartawan berhak melakukan liputan di wilayah mana pun di Indonesia. Jurnalistik tidak mengenal blok kekuasaan wilayah,” ujar seorang praktisi pers nasional.
Selain itu, status Ketua AWI sebagai pengurus organisasi tidak menghilangkan hak profesionalnya sebagai wartawan untuk meliput di mana pun sesuai kebutuhan informasi publik.
Narasi Kewilayahan Bertentangan dengan UU Pers & Kode Etik Jurnalistik
Pemberitaan Kalimantan Post bertentangan dengan sejumlah ketentuan dasar pers nasional:
1. UU Pers Pasal 4 ayat (1) menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara — tanpa pembatasan wilayah.
2. Pasal 6 huruf c menyebut pers berperan mengembangkan pendapat umum atas informasi yang akurat dan benar, bukan berdasarkan opini tanpa dasar hukum.
3. Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 mengharuskan wartawan bersikap independen dan tidak menyiarkan berita yang mengandung prasangka atau penilaian sepihak.
Dengan demikian, pemberitaan yang menuduh Ketua AWI mencampuri kewilayahan tanpa dasar aturan dan tanpa verifikasi kuat dinilai sebagai bentuk ketidakprofesionalan dan berpotensi menyesatkan publik.
Komitmen Media Tim Monitoring
Tim media kami senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Kode Etik Jurnalistik, prinsip keberimbangan, verifikasi, serta selalu membuka ruang **hak jawab dan klarifikasi** bagi setiap pihak yang disebutkan dalam pemberitaan.
Pers yang bebas harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, bukan digunakan untuk menyerang pribadi, menyesatkan publik, atau membatasi ruang liputan wartawan lain.
(Media Mitra Mabes)










