Oknum penyidik di Polrestabes Makassar terkesan memaksakan kasus kecelakaan lalu lintas (Laka Lantas) ringan ke dugaan pengrusakan, sebagaimana surat klarifikasi ke terlapor yang diterbitkan pertanggal 20 Agustus 2024.
Sumber Y (L) yang juga sebagai terlapor menguraikan kronologis ke media, bahwa bermula ketika dirinya melintas di sekitaran Jalan Sungai Limboto pada tanggal 24 Juli 2024 pukul 18:00 waktu setempat dengan mengendarai mobil Mazda putih bernopol DD 1089 MA dan secara tiba-tiba sebuah kendaraan yang dikemudikan seorang wanita ASH (33) berhenti tepat di depan mobil yang dikendarainya secara mendadak dan menabrak bagian belakang mobil tersebut.
Lanjut sumber, akibat kejadian tersebut mobil yang dikendarai wanita tersebut mengalami ringsek ringan. Dikarenakan dirinya masih fokus mengendalikan kendaraannya dengan merem mendadak sehingga dapat mencegah kejadian yang lebih fatal.
Usai insiden terjadi Y langsung turun dari kendaraannya dan mendekati kendaraan yang sempat ditabraknya dari belakang sebagai inisiatif guna mempertanggungjawabkan perbuatannya dan bersedia melakukan ganti rugi. Namun, si wanita yang diketahui seorang dokter bukannya menerima tawaran Y untuk melakukan ganti rugi malah mempersoalkannya secara hukum melalui laporan polisi dengan dugaan pengrusakan.
Bahkan sumber memaparkan terkait masalah kerugian justeru dirinya yang lebih rugi dikarenakan kendaraan yang dikemudikannya mengalami kerusakan pada Lampu dan rungsek body yang ditaksir membutuhkan biaya antara 20 sampai 30 juta.
Jika ditelisik secara saksama kejadian ini dapat disimpulkan sebagai tindak pidana ringan (tipiring) laka lantas, meskipun hal ini merupakan wewenang petugas yang berwajib tanpa mengenyampingkan landasan hukum yang berlaku secara independen diantaranya dasar kerugian material yang diakibatkan dari pengrusakan tersebut misalnya minimal Rp.2.5 juta. Dan sejatinya seorang polisi yang lebih mengetahui persoalan tersebut agar dapat menjadi pengayom dengan memediasi kedua bela pihak. Selain itu, sebelum persoalan ini dinaikkan ke penyidik tentunya harus terlebih dahulu dicermati di SPKT sebagai filter awal setiap pelaporan atau pengaduan di kepolisian.
Dari hasil penelusuran media dan berbagai sumber, mobil yang dikendarai oleh ASH kuat dugaan adalah kendaraan bodong, bahkan disinyalir kendaraan tersebut sempat viral di medsos berupa tayangan video, dimana seorang polisi sempat menahan kendaraan roda empat dengan nopol DD 3001 SH dikarenakan plat yang digunakan tidak sesuai dengan data registrasi kepolisian dan belakangan pula diinfokan sumber bahwa kendaraan tersebut sudah melakukan penggantian pemasangan plat Nopol baru dengan DD 1730 AH, meski setelah kembali di cek, Nopol tersebut teridentifikasi dengan merek type dan warna yang berbeda sebagaimana data identifikasi kendaraan pada sistem online milik Samsat.
Sementara itu sumber lainnya yang juga dari aktivis LSM yang tidak ingin namanya dipublikasikan, jika memang kendaraan tersebut bodong, maka pihak kepolisian wajib untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu termasuk pengembangan lebih lanjut untuk mencegah adanya kendaraan bodong yang diperjualbelikan. Dan tentunya dapat dipertimbangkan pula sanksi hukumnya, serta azas manfaat dari kasus tersebut antara laka lantas yang dialihkan ke dugaan pengrusakan atau dugaan pengoperasian kendaraan bodong yang masuk sebagai ranah penggelapan atau penadah.