Sumsel-MBS. Koalisi Pers Sumsel lakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumsel, Rabu (29/5/2024). Mereka mendesak anggota DPR untuk menolak Revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Aksi ini dipicu oleh RUU Penyiaran yang diinisiasi Komisi I DPR RI yang dinilai mengerdilkan peran pers. Salah satu pasal kontroversi yang menuai sorotan adalah larangan untuk menyiarkan penayangan liputan investigasi.
Larangan jurnalisme investigasi tertuang di Pasal 50B, berikut bunyi lengkapnya:
Selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:
a. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian
b. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait rokok;
c. Penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
d. Penayangan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi ditiru oleh masyarakat;
e. Penayangan aksi kekerasan dan/atau korban kekerasan;
f. Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung unsur mistik;
g. Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual,biseksual, dan transgender;
h. Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran pengobatan supranatural;
i. Penayangan rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran;
j. Menyampaikan Isi Siaran dan Konten Siaran yang secara subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran; dan
k. Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan,pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme
Karena pasal ini lah, seluruh organisasi Pers meliputi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumsel, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palembang, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumsel, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sumsel, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sumsel, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Sumsel, Persatuan Penyiar Indonesia Sumsel (Persiari) Sumsel, Ikatan Wartawan Online (IWO Sumsel) Ikatan Wartawan Online Kota Palembang, dan organisasi jurnalis lainnya.
Ketua AJI Palembang, M Fajar Wiko mengatakan RUU Penyiaran dapat menciderai kebebasan pers.
Padahal, sebagai pilar keempat demokrasi, media massa dengan apapun bentuknya dan dengan jurnalis yang dinaunginya, punya peran strategis dan taktis dalam membangun demokrasi,” ujarnya.
Apalagi jika dikaitkan dengan hal yang melibatkan masyarakat sebagai fungsi kontrol sosial. Sehingga, Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR semakin menenggelamkan demokrasi.
“Kami juga menyimpulkan terdapat berbagai upaya DPR dan Pemerintah untuk menyensor hak publik, yakni dengan mengatur penyiaran internet, melegalkan konglomerasi media penyiaran, sehingga dapat mengancam hak politik sosial dan ekonomi, serta mengekang kebebasan ekspresi dan berkesenian,” ujarnya.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumsel, Kurniadi dalam orasinya tegas menolak revisi RUU Penyiaran.
“Kami dari koalisi pers Sumsel meminta DPRD RI menyampaikan aspirasi kami untuk mengkaji ulang revisi RUU Penyiaran ini,”ungkapnya. (Tri Sutrisno Mbs)