MBS Kebebasan pers kembali diuji di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Seorang jurnalis TV One, HN Hasibuan, melaporkan Ketua Yayasan Darul Muhsinin (DM) berinisial SJD ke Polres Labuhanbatu Selatan atas dugaan penyerangan dan penghalangan kerja jurnalistik.
Peristiwa tersebut terjadi pada Rabu, 23 Juli 2025, saat HN Hasibuan dan rekan wartawan lainnya tengah melakukan peliputan kasus IM (14), siswi yang berhenti sekolah karena malu akibat tagihan biaya rekreasi yang tidak mampu dibayar orangtuanya. Peliputan berlangsung di sebuah rumah makan di Ranto Jior, Desa Hajoran, Kecamatan Sei Kanan, Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Saat itu, SJD diduga tiba-tiba menyerang jurnalis TV One tersebut sembari berteriak, tepat ketika kamera jurnalis merekam kehadirannya. Aksi arogan ini disaksikan oleh sejumlah awak media lain yang juga tengah meliput kasus tersebut.
Tidak terima atas tindakan tersebut, HN Hasibuan bersama sejumlah wartawan dari berbagai organisasi pers melaporkan SJD ke Polres Labuhanbatu Selatan pada Kamis, 24 Juli 2025. Laporan tersebut didasarkan pada dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 18 ayat (1), yang menyebutkan bahwa setiap tindakan penghalangan terhadap kerja jurnalistik dapat dikenai pidana penjara paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
“Ini bukan sekadar soal baju yang robek, ini soal kebebasan pers dan hak publik untuk memperoleh informasi,” ujar salah seorang wartawan yang turut mendampingi pelaporan.
Menurut HN Hasibuan, pelaporan ini adalah bentuk perlawanan terhadap segala bentuk intimidasi terhadap insan pers. Ia berharap pihak kepolisian dapat memproses kasus ini secara tuntas dan sesuai hukum.
M.arsad Siregar selaku wartawan mitra mabes menyatakan bahwa penuntasan kasus ini menjadi sangat penting demi menegakkan supremasi hukum dan menjaga kebebasan pers di Labuhanbatu Selatan.
“Kebebasan pers adalah pilar utama demokrasi. Menghalangi kerja jurnalistik bukan hanya melawan hukum, tetapi juga merampas hak publik atas informasi,” tegasnya. Ia juga mendorong agar proses hukum berjalan secara profesional dan imparsial.
Kasus dugaan intimidasi ini kini menjadi sorotan luas, tidak hanya di wilayah Sumatera Utara, namun juga menarik perhatian di tingkat nasional. Para insan pers menilai bahwa kejadian ini mencederai nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas, serta menjadi ancaman serius terhadap kebebasan pers yang telah dijamin konstitusi.
Penegakan hukum terhadap tindakan kekerasan atau intimidasi terhadap jurnalis diharapkan dapat menjadi preseden positif bagi perlindungan kebebasan pers di Tanah Air.(Mas)