Deli Serdang Mitramabes 17/03/2025 Bendera merah putih memiliki makna yang begitu dalam bagi bangsa Indonesia. Bendera ini menjadi lambang perjuangan, serta pemersatu negeri dimana terdapat berbagai macam suku, agama, dan bahasa.
Sayang, semangat tersebut seperti tidak di pisahkan lagi bagi sebagian besar dalam tanda kutip para pemimpin kita di negeri ini terkesan lunturnya nilai kebangsaan dan semangat dan berdirinya negeri ini setelah 70 tahun usia kemerdekaannya.
Seperti yang kita temukan dihalaman Kantor Kepala Desa Denai Kuala Kec. Pantai labu. mereka dengan tega membiarkan begitu saja lambang dan simbol negara yang dwiwarna berkibar dalam keadaan sudah luntur dan robek. Padahal logikanya. Mulai dari pucuk pimpinan dan seluruh aparatur yang bertuas yang di instansi kantor pemerintah daerah tersebut adalah mereka yang paham akan hukum namun dalam prakteknya mungkin disengaja, tanpa sengaja atau pura-pura tidak tahu, mereka telah melakukan pelanggaran hukum.
Terkait dengan produk hukum mengenai bendera negara ini, sebenarnya dalam pasal 35, pasal 36, pasal 36 A, pasal 36B, dan untuk implementasinya ke dalam undang-undang diperintahkan melalui pasal 36C, undang-undang Dasar (UUD) 1945 sudah mengatur berbagai hal yang menyangkut tentang bendera Negara demikian juga bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan.
Demikian juga halnya, sebelum terbitnya undang-undang nomor 24 tahun 2009 yang mengatur berbagai hal mengenai bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, pengaturannya telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan antara lain (1) kitab Undang-Undang hukum pidana (KUHP) yang hanya mengatur tentang kejahatan (tidak pidana) yang menggunakan bendera sang merah putih dan lambang negara garuda Pancasila, serta pemakaian bendera sang merah putih oleh mereka yang tidak memiliki hak menggunakannya seperti pada pasal 52a, pasal 142a, pasal 154a, dan pasal 473. (2) undang-undang nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran disekolah (lembaran negara tahun 1950 nomor 550). Undang-undang nomor 12 tahun 1954 tentang pernyataan berlakunya undang-undang nomor 4 tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia (lembaran negara tahun 1954 nomor 38, tambahan lembaran negara nomor 550), undang-undang nomor 22 tahun 1961 tentang penguruan tinggi (lembaran negara tahun 1961 nomor 302, tambahan lembaran negara nomor 2361) undang-undang nomor 14 PRPS tahun 1965 nomor 80), undang-undang nomor 19 PNPS tahun 1965 tentang pokok-pokok sistem pendidikan nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 nomor 81). Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional (lembaran negara tahun 1989 nomor 6, tambahan lembaran negara nomor 3390) jo. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (lembaran negara Kesatuan republik Indonesia tahun 2003 nomor 4301), (3) peraturan pemerintah Nomor 66 tahun 1951 tentang lambang negara negara; (4) peraturan pemerintah Nomor 40 tahun 1958 tentang bendera kebangsaan replublik Indonesia (lembaran negara tahun 1958 No. 68); (5) peraturan pemerintah Nomor 41 tahun 1958 tentang penggunaan bendera kebangsaan asing (lembaran negara tahun 1958 No. 69); (6) peraturan pemerintah nomor 42 tahun 1958 tentang panji dan bendera jabatan; (7) peraturan pemerintah Nomor 43 tahun 1958 tentang penggunaan lambang negara; dan (9) peraturan pemerintah nomor 62 tahun 1990 tentang ketentuan keporotan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan.
Terbitnya undang-undang nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan pada pokoknya mengatur tentang praktik penetapan dan tatacara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan ketentuan-ketentuan pidananya.
Setidaknya ada tiga hal tujuan dari di bentuknya UU NO 24 tahun 2009 ini adalah, untuk (a) memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Republik Indonesia; (b) menjaga dan (c) menetapkan ketertiban, kepastian, dan standarisasi berbagai masalah yang terkait dengan praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan dan mengatur tentang berbagai hal yang terkait dengan penetapan dan tata cara diatur tentang ketentuan pidana bagi siapa saja yang secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat dalam undang-undang ini.
Namun ada beberapa hal yang patut dicermati dalam UU ini terutama dalam hal tidak pidananya. Seperti halnya yang ditemukan di halaman Kantor Kepala Desa Denai Kuala Kec. Pantai Labu dimana para oknum aparatur negara dan segenap jajarannya yang bertugas disana diduga telah dengan sengaja melakukan tindak pidana terhadap pengibaran sang merah putih di instansi tersebut. Yakni diduga dengan sengaja mengibarkan bendera negara yang telah luntur dan robek.
Hal ini jelas telah melanggar undang-undang nomor 24 tahun 2009 pasal 24 huruf (c), “dimana” Setiap orang dilarang: mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam”.
Dan ketentuan pidana dalam undang-undang tersebut juga telah diatur
Dalam Bab-VII pasal 67 huruf (b) yang berbunyi : “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun atau paling denda paling banyak 100.000.000,- (seratus juta rupiah) setiap orang yang : dengan sengaja mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut atau kusam sebagimana dimaksud dalam pasal 24 huruf (c).
Untuk itu, diminta kepada penegak hukum untuk segera mengambil langkah penegakan hukum kepada oknum pimpinan Kantor Kepala Desa Denai Kuala Kec. Pantai Labu atas dugaan tindak pidana yang dilakukannya dengan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah.
(Indra K.)