Maraknya Media Online menjadikan lahan tumpuan mencari nafkah insan media
Dalam dunia intelejen sering kejahatan terungkap oleh aparat yang menyamar menjadi montir, tukang bakso atau paling sering nyamar menjadi tukang ojek yang sangat mobile lakukan pengintaian.
Namun fenomena terbalik terjadi preman dan tukang ojek menyamar menjadi wartawan. Dunia profesi yang tidak dibutuhkan persyaratan pendidikan namun bisa membuat gaduh ruang digital.
Tidak sungkan berita yang ditayangkan berisi hujatan atau membunuh karakter seseorang yang menjadi target bahkan dijadikan arena pemerasan.
Mental seorang tukang ojek yang kesehariannya mencari sewa atau penumpang untuk diantar dan peroleh upah dari jasanya tersebut terbawa dalam perannya sebagai wartawan.
Profesi wartawan yang sesungguhnya berperan memberitakan hal-hal yang telah terjadi menjadi hal-hal yang akan terjadi hanya dengan ditambah kata DIDUGA
Penulis juga mengalami pembunuhan karakter oleh wartawan-2 gadungan atau yang sering disebut Wartawan Bodrex. Secara masiv memberitakan hal-hal yang akan terjadi memastikan akan dipolisikan dan sudah pasti melanggar hukum dan berujung masuk penjara atau hotel prodeo istilah lain dari penjara/lapas.
Dengan biaya sekedar uang rokok terus-menerus diberitakan telah mendatangi SPKT Polda, Polres sampai Polsek, tapi tidak malu memberitakan laporannya tidak diterima, walaupun sudah didampingi pengacara. Sampai akhirnya laporan diterima karena membawa orang berpengaruh dalam dunia hukum dalam kasus ini seorang hakim senior. Tetapi faktanya laporannya tidak bisa berjalan karena tidak ada unsur pidana dilakukan bahkan yang terjadi sebaliknya. Lebih dikenal dengan istilah “Maling teriak Maling”. Hukum hanya berlaku buat orang lain tapi tidak berlaku buat dirinya.
Akhirnya malah menyeret aparat ikut permainan wartawan gadungan yang sesungguhnya berprofesi tukang ojek atau preman melanggar kode etik yang butuh persyaratan dan pendidikan khusus untuk menyandang profesi Penyidik. Sementara wartawan gadungan ini tidak dibekali pendidikan yang memadai dalam ilmu jurnalistik dan kode etik jurnalistik tapi seolah-olah sudah paham hukum hanya dengan membaca pasal-pasal yang selama ini tidak pernah tahu dalam dunia perojekan atau premanisme.
Ruang Digital menjadi bising dengan berita-berita penghakiman bagi orang-orang yang menjadi target untuk dihancurkan atau dibunuh karakternya.
Berita-berita HOAX dianggap sebuah Vonis hakim yang berkekuatan hukum tetap atau sebuah “Karya Jurnalistik” yang tidak boleh diusik dan pasti benar.
Akibat Arogansi Wartawan Gadungan ini kehidupan dan reputasi orang yang menjadi target hancur total.
Penulis: Ir Y Ardiyono
Red-sulkam.