JAKARTA, MITRAMABES COM.– Komitmen Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memberikan pelayanan cepat terhadap laporan pengaduan masyarakat (lapdumas) dinilai belum berjalan sebagaimana disampaikan dalam berbagai kesempatan oleh Jaksa Agung ST. Burhanuddin.
Publik menilai respons jajaran Kejagung terhadap laporan dugaan tindak pidana korupsi masih lambat dan belum mencerminkan instruksi pimpinan yang menekankan agar setiap aduan masyarakat diproses secara cepat, tegas, dan tanpa pandang bulu.
Penilaian ini disampaikan oleh berbagai pihak, termasuk pemerhati sosial, pembangunan, dan keadilan, Johnner Simanjuntak, saat mendatangi Kejagung pada Senin, 17 November 2025, guna menanyakan perkembangan laporan dugaan tindak pidana korupsi yang sebelumnya disampaikan.
Menurut Johnner, arahan Presiden Prabowo Subianto dan Jaksa Agung ST. Burhanuddin sudah sangat jelas: setiap indikasi korupsi yang merugikan keuangan negara, sekecil apa pun, harus ditelusuri dan ditindaklanjuti secara serius. Namun, menurutnya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa respons Kejagung terhadap sejumlah laporan masyarakat masih lambat.
Johnner menyebutkan bahwa pihaknya hanya menerima informasi dari petugas front office bahwa laporan mereka “belum mendapat disposisi pimpinan”. Kondisi ini, menurutnya, menimbulkan kesan bahwa penanganan laporan masih menggunakan pola lama dan terkesan tebang pilih.
“Jika menyangkut pihak-pihak tertentu, penanganannya lama atau bahkan tidak disentuh sama sekali. Kami dari LSM KCBI dan tim hukum akan terus mengawal laporan ini,” ujarnya.
Dalam laporannya, Tim KCBI menyampaikan adanya dugaan penyimpangan dalam pengadaan alat kesehatan berupa antropometri kit untuk pemeriksaan anak stunting yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan pada tahun 2023. Pengadaan dilakukan melalui Biro Pengadaan Barang/Jasa dengan skema e-catalogue.
Menurut analisa KCBI, terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses penentuan pemenang pengadaan, termasuk dugaan persekongkolan dan mark-up harga. Tim menyebut bahwa potensi kerugian negara dari dugaan penyimpangan tersebut dapat mencapai ratusan miliar rupiah.
Pengadaan tersebut disebut menelan anggaran lebih dari Rp 850 miliar, yang diberikan kepada sejumlah perusahaan penyedia. Dalam laporan yang diajukan KCBI, terdapat dua perusahaan yang disebut sebagai pemegang kontrak dengan nilai total sekitar Rp 17 miliar lebih.
Perusahaan-perusahaan tersebut, menurut KCBI, disebut sebagai perusahaan yang berafiliasi dengan seorang anggota DPR.
Seluruh informasi tersebut merupakan materi dugaan dari pihak pelapor dan disampaikan kepada Kejagung untuk diverifikasi serta diuji melalui proses hukum.
“Surat laporan aduan masyarakat (lapdumas) telah disampaikan LSM KCBI kepada Kejagung pada Oktober 2025. Namun hingga saat ini, pihak pelapor menyebut belum menerima perkembangan resmi dari Kejagung, sehingga mempertanyakan komitmen lembaga tersebut dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi.
KCBI menegaskan akan terus mengawal laporan ini hingga ada kejelasan tindak lanjut dari aparat penegak hukum.*
(Jhony/tim) Mitramabes Com.









