Semarang Mitra Mabes.Com –22 Juni 2025 — Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif Indonesia Police Monitoring (IPM), PSF. Hutahaean, atau yang akrab disapa RD75, angkat bicara terkait skandal penghentian penyelidikan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan secara sepihak oleh dua penyidik Polresta Surakarta.
Dalam pernyataan resminya, RD75 mendesak Divisi Propam Polda Jawa Tengah untuk tidak menunda-nunda proses penegakan kode etik, serta segera memeriksa IPTU WR, S.H. dan AIPDA BS, S.H., dua penyidik yang telah dilaporkan oleh kuasa hukum korban ke Propam dengan register nomor: 001/SLP/PH/VI/2025.
> “Tindakan menghentikan penyelidikan perkara pidana asusila terhadap anak tanpa dasar hukum yang sah adalah bentuk pengkhianatan terhadap keadilan dan amanat konstitusi. Propam harus segera bertindak tegas!” ujar RD75.
RD75 menilai, perkara ini bukan hanya menyangkut pelanggaran prosedur, tetapi sudah menyentuh aspek pengabaian hak-hak anak sebagai korban kekerasan seksual, sebagaimana dilindungi oleh UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
> “Kami di Indonesia Police Monitoring sangat prihatin. Anak usia 5 tahun menjadi korban, tapi justru kasusnya dihentikan begitu saja. Ini bukan hanya pelanggaran etik, ini pelecehan terhadap rasa keadilan masyarakat,” tambahnya.
RD75 juga mengapresiasi langkah hukum yang diambil oleh tim kuasa hukum korban, yaitu Aslam Syah Muda, S.H.I., CT.NNLP, dan AD Anggoro, SE., S.H., yang secara profesional telah mengawal kasus ini hingga ranah pengawasan internal kepolisian.
Lebih lanjut, IPM menyatakan akan memantau proses pemeriksaan Propam secara ketat, termasuk membuka kanal aduan publik untuk mendorong transparansi dalam penanganan perkara menyangkut anak.
> “IPM siap mengawal penuh. Jangan ada lagi kasus seperti ini yang ditutup-tutupi. Negara wajib hadir untuk korban anak, bukan untuk melindungi pelanggar etik di institusi penegak hukum,” tutup RD75.
Skandal penghentian kasus ini menjadi peringatan keras bagi institusi kepolisian agar lebih serius dalam menegakkan profesionalisme dan menjamin akses keadilan untuk kelompok rentan, terutama anak-anak.
(Red )