Meranti, Mitramabes.com – Aktivitas tiga kapal kargo yang bersandar di jalur pelayaran feri menuju Pelabuhan Tanjung Harapan, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, menuai sorotan. Keberadaan kapal-kapal tersebut dianggap mengganggu lalu lintas laut yang setiap hari dilalui feri penumpang dari Batam, Buton, maupun Bengkalis.
Ketua DPD Team Libas Kabupaten Kepulauan Meranti, TL Sahanry SPd CFLE CPLA saat dikonfirmasi, meminta aparat berwenang segera memberi penjelasan dan melakukan tindakan jika memang terbukti ada pelanggaran. “Semua aktivitas harus sesuai regulasi yang berlaku. Kalau ada yang melanggar, harus ditindak tegas,” tegasnya, Senin (23/9).
Pemandangan tidak biasa itu menimbulkan keresahan masyarakat setempat. Jalur laut tersebut merupakan akses vital yang menghubungkan pusat Kabupaten Kepulauan Meranti dengan sejumlah daerah lain. Warga khawatir, keberadaan kapal kargo di jalur feri berpotensi memicu kecelakaan, mengingat intensitas pelayaran kapal penumpang di kawasan itu cukup tinggi.
Sejumlah warga bahkan menyampaikan keberatannya secara terbuka. Mereka menilai aktivitas kapal kargo yang bersandar di jalur feri membahayakan keselamatan pengguna transportasi laut. “Kalau dibiarkan, bisa saja terjadi tabrakan. Kapal feri di sini lalu lalang setiap hari,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi mengenai alasan kapal-kapal tersebut bersandar di jalur feri, bukan di pelabuhan resmi. Dugaan sementara, langkah itu dilakukan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak atau retribusi. Spekulasi lain menyebut keterbatasan fasilitas bongkar muat di pelabuhan Meranti menjadi alasan kapal memilih jalur alternatif.
Padahal, aturan pelayaran sudah jelas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, setiap aktivitas sandar maupun bongkar muat wajib dilakukan di pelabuhan yang ditunjuk pemerintah. Pasal 117 dan 118 menegaskan bahwa kapal dilarang berlabuh atau lego jangkar di alur pelayaran umum, termasuk jalur feri penumpang.
Selain itu, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun 2016 menegaskan kapal wajib menggunakan alur pelayaran sesuai peruntukannya. Regulasi internasional seperti International Regulations for Preventing Collisions at Sea (COLREGS) juga melarang segala tindakan kapal yang menimbulkan hambatan atau risiko tabrakan di laut.
Meski kasus ini sudah menjadi perhatian masyarakat, pihak otoritas pelabuhan maupun instansi terkait belum memberikan keterangan resmi. Publik berharap Kementerian Perhubungan bersama pemerintah daerah segera turun tangan untuk menertibkan aktivitas kapal kargo tersebut sebelum menimbulkan insiden.
Jika persoalan ini tidak segera ditangani, risiko kecelakaan laut diperkirakan semakin besar. Jalur feri Tanjung Harapan termasuk salah satu yang tersibuk di Kepulauan Meranti, sehingga keselamatan penumpang harus menjadi prioritas. Penegakan hukum diharapkan memberi efek jera sekaligus mencegah praktik serupa terulang kembali di kemudian hari.