
Pontianak,-Mitramabes.com
Dunia jurnalistik kembali diuji oleh dugaan tindakan menyimpang yang dilakukan seorang oknum wartawan dari media Kalimantan Post. Oknum tersebut diduga melakukan intimidasi, ancaman, serta melontarkan ujaran bernuansa ras dan suku terhadap Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kota Pontianak, Budi Gautama.
Peristiwa tersebut diduga terjadi melalui sambungan telepon pada hari ,Selasa tanggal 23, sekitar pukul 14.00 WIB. Dalam percakapan itu, oknum wartawan bersangkutan disinyalir mengeluarkan pernyataan bernada ancaman, membawa-bawa isu ras dan suku, bahkan secara terbuka menantang duel fisik.
> “Saya menerima ancaman, diseret ke isu ras dan suku, bahkan dia mengajak duel. Ini bukan persoalan pribadi semata, tetapi sudah mencederai marwah profesi wartawan dan nilai-nilai pers yang beradab,” tegas Budi Gautama.
Budi menegaskan, tindakan tersebut sama sekali tidak mencerminkan etika jurnalistik dan bertentangan dengan semangat kemerdekaan pers yang bertanggung jawab. Menurutnya, profesi wartawan tidak boleh dijadikan tameng untuk melakukan tekanan, intimidasi, apalagi ancaman terhadap pihak lain.
“Wartawan adalah kontrol sosial, bukan alat intimidasi. Ketika identitas pers digunakan untuk menakut-nakuti, maka itu sudah keluar dari koridor hukum dan etika,” ujarnya.
Potensi Pelanggaran Hukum dan Etika
Secara normatif, dugaan tindakan oknum wartawan tersebut berpotensi melanggar sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain:
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
* Pasal 7 ayat (2): Wartawan wajib memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
* Pasal 5 ayat (1): Pers wajib menghormati norma kesusilaan serta asas praduga tak bersalah.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
* Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan disertai ancaman.
* Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, apabila terpenuhi unsur penghinaan atau pencemaran nama baik.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE
* Pasal 29 juncto Pasal 45B terkait ancaman kekerasan atau tindakan menakut-nakuti melalui sarana elektronik.
Apabila unsur ujaran kebencian berbasis suku dan ras terbukti, maka perbuatan tersebut juga berpotensi dijerat:
* Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) UU ITE tentang penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.
Peringatan bagi Dunia Pers
DPC AWI Pontianak menegaskan tidak akan mentolerir segala bentuk intimidasi, ancaman, maupun penyalahgunaan profesi pers. Pihaknya saat ini tengah mempertimbangkan langkah hukum dan berencana melaporkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum serta Dewan Pers agar diproses secara tegas dan transparan.
> “Pers harus menjadi pilar demokrasi, bukan alat premanisme. Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap media akan terus tergerus,” pungkas Budi.
Pendapat Pakar Hukum
Pakar hukum Dr. Herman Hofi Munawar, S.Pd., S.H., M.H., M.Si., MBA menilai kasus ini bukan sekadar konflik antarindividu, melainkan alarm serius bagi ekosistem media di Kalimantan Barat.
> “Wartawan memang memiliki hak imunitas dalam menjalankan tugas jurnalistik, namun hak tersebut gugur seketika ketika yang bersangkutan keluar dari koridor UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik,” jelasnya.
Ia menegaskan, Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik secara tegas mewajibkan wartawan bersikap profesional. Intimidasi, ancaman, dan penggunaan identitas pers untuk menekan pihak lain merupakan tindakan yang sama sekali dilarang.
> “Jika seorang wartawan menggunakan profesinya untuk mengancam atau menyebarkan kebencian berbasis SARA, maka itu adalah murni tindak pidana umum. Aparat penegak hukum tidak perlu ragu bertindak karena ini bukan sengketa pemberitaan yang menjadi ranah Dewan Pers,” tegasnya.
Menurutnya, langkah membawa perkara ini ke ranah hukum dan Dewan Pers adalah langkah konstitusional dan penting untuk menciptakan **deterrent effect** atau efek jera, agar profesi jurnalis tidak disalahgunakan sebagai tameng tindakan menyimpang.
Rilis ini sekaligus menjadi peringatan keras bagi seluruh insan pers bahwa kebebasan pers berjalan seiring dengan tanggung jawab hukum, etika, dan moral. Wartawan tidak kebal hukum ketika menyimpang dari nilai-nilai profesionalisme jurnalistik.
(BSG)










