Indragiri Hulu – 21 Juni 2025
Mitra Mabes.Com
Salah satu warga Desa Kelawat, Kecamatan Sungai Lala, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), mengungkapkan secara lisan kepada awak media dugaan kejanggalan dalam pembangunan proyek box culvert di Jalan Arjuna RT 003/RW 002. Warga yang enggan disebut namanya itu mencurigai adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang bersumber dari dana desa tersebut.
Proyek box culvert dengan ukuran 5,42 m × 1,7 m × 0,5 m × 25 cm tersebut menelan anggaran sebesar Rp 80.619.000. Namun, ketika awak media mencoba mengonfirmasi kepada Kepala Desa Kelawat, justru Camat Sungai Lala yang menjawab melalui sambungan telepon kades dan langsung mengajak awak media untuk “ngopi” bersama guna membahas persoalan tersebut.
Dalam pertemuan informal tersebut, camat mengakui bahwa dana yang dihabiskan hanya sekitar Rp 70.000.000, dan terdapat pengembalian dana sebesar lebih dari Rp 10.300.000. Pernyataan ini menimbulkan kejanggalan tersendiri, mengingat secara hukum dan administratif, penanggung jawab proyek desa adalah kepala desa, bukan camat. Dugaan pun mencuat bahwa camat justru ikut membekingi kepala desa dalam perkara ini.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kepala Desa Kelawat, Budi, membenarkan adanya pengembalian dana:
> “Memang benar, bang, adanya uang dikembalikan sekitar Rp 10.000.000. Tapi memang selama ini seperti itu, tidak sesuai dengan realisasinya, bang. Dan ini baru dikasih tahu bahwa harus sesuai realisasi, lengkap dengan batu prasasti,” ungkapnya.
Pernyataan ini mengejutkan awak media dan memunculkan pertanyaan besar: apakah praktik semacam ini sudah menjadi kebiasaan lama dalam tata kelola dana desa?
Pada hari yang sama, awak media juga berhasil menemui Ketua BPD dan beberapa orang masyarakat Desa Kelawat di daerah Japura. Dalam pertemuan tersebut, mereka menyampaikan bahwa tidak pernah dilibatkan dalam proses pembangunan maupun pengawasan proyek desa, meskipun secara jelas peran mereka diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menegaskan fungsi BPD sebagai lembaga yang mewakili masyarakat desa dalam tata kelola pemerintahan desa.
Permendagri Nomor 110 Tahun 2016, yang merinci tugas dan kewenangan BPD, termasuk membahas peraturan desa, menyalurkan aspirasi masyarakat, dan mengawasi kinerja kepala desa.
Fungsi pengawasan inilah yang tampaknya diabaikan oleh oknum kepala desa, sehingga menimbulkan dugaan bahwa BPD hanya dijadikan simbol formalitas atau boneka semata, tanpa diberi ruang untuk menjalankan fungsi pengawasan yang semestinya.
Yang lebih mengejutkan, ketika awak media menyinggung dugaan penyimpangan ini kepada camat, ia justru menanggapi dengan pernyataan yang terkesan melecehkan:
> “Kasus kok kasus yang lama, yang itu tahun 2023. Orang kasus yang baru lah…”
Pernyataan tersebut memunculkan kesan bahwa camat tidak serius menanggapi dugaan penyimpangan dana desa. Padahal, bagi masyarakat dan media, perkara anggaran publik adalah urusan serius, tidak peduli tahun berapa pun kejadiannya.
—
Desakan untuk Penegakan Hukum
Dengan tidak transparannya penggunaan anggaran dan tidak dilibatkannya lembaga pengawas desa, masyarakat mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Rengat untuk segera turun tangan memeriksa oknum Kepala Desa Kelawat dan menelusuri kemungkinan adanya pelanggaran administrasi dan hukum lainnya.
Karena bagaimanapun juga, proyek dana desa adalah milik rakyat dan harus dilaksanakan secara transparan, akuntabel, serta melibatkan seluruh unsur pemerintahan desa, termasuk BPD.
Ivan Indrakusuma