Media Mitra Mabes. Aceh Tenggara. Perlu Direktur BUMK, Sekretaris BUMK, yang lebih dahulu diperiksa
Sebab idak semua BUMK di Aceh Tenggara, bergerak dalam simpan-pinjam, ada juga jenis usaha yang lain
Ada milyaran rupiah, disinyalir dana BUMK menguap, semenjak tahun 2017. Sehabis itu baru Kades, sebagai pembina diperiksa
Dan juga Kantor Inspektorat Aceh Tenggara (Agara), perlu mengaudit kembali Badan Usaha Milik Kute (BUMK/BUMDes), yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara, yang berjumlah 385 kute.
Perlu ada yang melakukan pemeriksaan kembali BUMK, karena ada dana disinyalir milyaran rupiah yang raib, yang berasal dari dana desa, yang juga bersumber dari dana APBN. BUMK di Kabupaten Aceh Tenggara, sudah ditekankan mulai tahun 2017. dan sudah diberikan arahan, baik oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kute (DPMK), Inspektorat, Camat, dan Pendamping desa, kepada pengulu-pengulu kute (Kepala-kepala desa).
Dalam monitoring Jurnalis awak media, pernah di Aula Kantor camat Lawe Sigala-gala, beberapa tahun yang lalu, sosialisasi BUMK, bagi Kepala-kepala desa, oleh pihak Inspektorat. Inspektorat menekankan, bahwa perlunya desa mendirikan BUMK, dengan membuat aturan (qanun), AD/ART, jenis usaha, pengurus BUMK, dan lain-lain.
Pantauan Awak Media di 5(lima) kecamatan, yaitu Kecamatan Semadam, Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan Babul Makmur, Kecamatan Leuser, dan Kecamatan Babul Rahmah, bahwa ada beberapa jenis usaha BUMK. Seperti Simpan-pinjam, beli kendaraan Viar, Mobil Eltor, Bus, Mesin rontok Jagung, jual pupuk dan pestisida,ternak kambing, isi ulang air minum, Pertamini, peralatan pesta, dan sebagainya.
Dua minggu yang lalu, oleh beberapa Juruwarta, pernah konfirmasi kepada Inspektur Inspektorat Agara, Abdul Kariman, S,Pd, MM, lewat WA-nya, tentang BUMK, beliau menjawab ada pemeriksaan khusus BUMK tahun 2020, dan setiap pemeriksaan APBKute, dana BUMK tetap dalam pengawasan, jawabnya.”
Audit (pemeriksaan) ulang dan khusus, perlu dilaksanakan, karena dana BUMK diperkirakan sudah milyaran rupiah yang beredar di desa-desa, di Kabupaten Aceh Tenggara, mulai tahun 2017 yang lalu, yang bersumber dari dana desa, yang juga sumbernya dari APBN. Pihak inspektorat perlu memanggil Direktur dan Sekretaris BUMK, dan juga pengulu-pengulu kute. Apakah BUMK masih ada, hidup, dan berjalan. Masih ada dana awalnya, jenis usahanya, pengurusnya, Kantor, dan keuntungannya (laba usaha). Sebagai gambaran di Pulau Jawa, BUMK (BUMDes),
dapat menyumbang pendapatan ke kas desa. Jangan ada dalih Kepala-kepala desa (Pengulu-pengulu kute), bahwa BUMK macet, karena kredit dari masyarakat macet, karena usaha BUMK, tidak semua bergerak di bidang usaha simpan-pinjam. Namun ada BUMK dalam jenis usaha yang lain. Demikian dilaporkan dari Aceh Tenggara. (TRS?)