
Sintang, Kalimantan Barat,-Mitramabes.com
Polemik pemberitaan terkait SPBU 64.786.12 kembali mengemuka setelah situs jurnalpolisi.id menerbitkan sebuah artikel klarifikasi yang menyebut SPBU tersebut tidak terlibat dalam dugaan penyimpangan distribusi BBM. Namun berdasarkan penelusuran lapangan dan pemeriksaan dokumen, klarifikasi tersebut dinilai tidak akurat, tidak memenuhi standar verifikasi , dan tidak sah karena tidak berasal dari pihak manajemen SPBU.
Artikel yang terbit pada 6 Desember 2025 itu menggiring opini seolah-olah SPBU telah mengeluarkan klarifikasi resmi. Padahal, tidak ditemukan:
* surat resmi,
* rilis pers,
* pernyataan tertulis,
* maupun komunikasi langsung
dari pengelola SPBU 64.786.12.
Tidak adanya bukti autentik ini memunculkan keraguan publik mengenai keabsahan narasi sanggahan tersebut.
Nomor WA Mencurigakan Muncul Sebelum Klarifikasi Dipublikasikan
Sebelum artikel sanggahan itu beredar, sebuah nomor WhatsApp tak dikenal menghubungi Pimpinan Redaksi TargetOperasi.id dengan nada memaksa agar media tersebut tidak memberitakan SPBU 64.786.12.
Hasil identifikasi melalui aplikasi Getcontact menunjukkan inisial FD, nama yang sama yang juga muncul dalam grup yang menyebarkan tautan klarifikasi versi jurnalpolisi.id.
Dalam percakapan WA tersebut, pengirim bahkan meminta agar isu “digeser ke SPBU lain”. Ketika redaksi merespons singkat — “Jika bersih, kenapa risih?” — komunikasi justru berubah menjadi tidak etis.
Pengirim kemudian mengeluarkan kalimat bernada kasar:
> “Eh babi, jangan cari masalah terus di kampung orang. Bangsat. Kalau punya nyali ketemu di Sintang.”
Perilaku semacam ini jelas bertentangan dengan Kode Etik Jurnalistik, yang mewajibkan wartawan bersikap santun, profesional, dan menghormati narasumber.
Pendapat Budhi Gautama (Pembina DPD AWI Kalbar): Hak Jawab & Hak Koreksi Tidak Bisa Diajukan ke Media Lain
Pembina DPD AWI Kalimantan Barat, Budhi Gautama, menegaskan bahwa klarifikasi yang dipublikasikan jurnalpolisi.id merupakan tindakan “salah kamar”, karena tidak sesuai ketentuan Undang-Undang Pers.
Menurut Budhi:
> “Hak koreksi dan hak jawab harus disampaikan langsung kepada media yang memberitakan, bukan kepada media lain yang tidak memuat berita awal. Jika bukan pihak SPBU yang menyampaikan, maka klarifikasi itu tidak sah secara etik maupun administrasi.”
Budhi menambahkan bahwa publikasi klarifikasi oleh media yang tidak berwenang, tanpa dokumen resmi, serta tanpa proses verifikasi, merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip akurasi dan profesionalitas pers.
UU Pers: Mekanisme Resmi Tak Boleh Diputarbalikkan*l
UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan jelas mengatur:
Hak Jawab*l
Hak pihak yang dirugikan akibat pemberitaan untuk menyampaikan sanggahan kepada media yang memuat berita tersebut.
Hak Koreksi
Hak setiap orang untuk meminta perbaikan atas kesalahan fakta yang dimuat oleh media yang bersangkutan.
Karena itu:
* Klarifikasi tidak sah jika dibuat oleh media lain,
* Tidak sah jika bukan pihak SPBU yang memberikan pernyataan,
* Tidak sah jika dilakukan tanpa verifikasi dan konfirmasi resmi.
Media yang menerima permintaan hak jawab wajib memuatnya proporsional. Jika tidak, pihak keberatan dapat mengadukan ke Dewan Pers.
Indikasi Narasi Sepihak di Artikel Jurnalpolisi.id
Penelusuran lapangan menemukan sejumlah kejanggalan, antara lain:
* tidak ada bukti wawancara,
* tidak ada verifikasi data,
* tidak ada dokumen resmi dari SPBU,
* narasi disusun seolah mewakili SPBU,
* tidak ada rekam komunikasi antara redaksi dan manajemen SPBU.
Kondisi ini membuat banyak pihak menilai bahwa sanggahan tersebut dibuat sepihak, dan tidak memenuhi standar pemberitaan profesional.
Ahli Media: Ada Indikasi Upaya Mengaburkan Isu
Beberapa praktisi media menilai bahwa pola publikasi semacam ini sering digunakan untuk:
* mengalihkan perhatian dari persoalan utama,
* membentuk opini publik secara sepihak,
* meredam sorotan terhadap dugaan pelanggaran.
Jika benar demikian, tindakan ini dapat merusak integritas pers dan memanipulasi persepsi publik.
Media Harus Taat Etika, Publik Harus Tetap Kritis
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa media harus menjaga:
* prinsip verifikasi,
* akurasi,
* independensi,
* dan profesionalisme.
Tanpa adanya bukti resmi dari SPBU 64.786.12, klarifikasi yang dipublikasikan oleh jurnalpolisi.id layak dinilai:
* tidak sah,
* tidak kredibel,
* tidak memenuhi standar etika,
* dan patut diduga sebagai konten menyesatkan.
Publik diimbau tetap kritis terhadap klarifikasi dari sumber tidak jelas atau media yang tidak memiliki rekam jejak profesional.
Sementara itu, pihak terkait diminta menelusuri potensi motif di balik kemunculan narasi sanggahan tersebut agar praktik manipulatif semacam ini tidak kembali terulang.
(TIM INVESTIGASI)








