
Pontianak, Kalimantan Barat,-Mitramabes.com
Aliansi Wartawan Indonesia (AWI) Kalimantan Barat mengeluarkan pernyataan sikap tegas terhadap seorang oknum wartawan sekaligus media yang diduga menyebarkan narasi “kewilayahan pers” serta memuat pemberitaan yang dinilai melecehkan Ketua AWI Kota Pontianak.
AWI secara resmi menuntut pihak terkait untuk menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada publik, sebagai bentuk tanggung jawab profesional dan etika jurnalistik.
Kasus ini mencuat setelah terbitnya publikasi berjudul *m“Sagahan” di salah satu media dengan label Kalimantan Post, yang disebut mengandung informasi keliru, tendensius, serta bertentangan dengan prinsip dasar Undang-Undang Pers.
AWI Tegas: Tidak Ada Narasi Kewilayahan dalam Dunia Pers!
Ketua AWI Kota Pontianak menegaskan bahwa narasi kewilayahan yang disampaikan oknum tersebut merupakan tindakan keliru, tidak berdasar, serta dianggap sebagai serangan terhadap kehormatan organisasi dan martabat insan pers.
> “Konsep kewilayahan dalam jurnalistik itu tidak ada! Seluruh wartawan dan lembaga pers memiliki hak untuk bekerja di seluruh wilayah NKRI selama tunduk pada UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik,” tegas Ketua AWI Kota Pontianak.
Ia menambahkan, pemberitaan yang melibatkan oknum wartawan dari media tersebut berpotensi:
* menyesatkan publik,
* memecah belah komunitas pers,
* serta mencederai integritas profesi wartawan.
Ultimatum AWI: Minta Maaf Terbuka atau Persoalan Dibawa ke Dewan Pers
AWI Kalbar memberikan kesempatan terakhir kepada oknum wartawan dan media terkait untuk:
1. Memuat permintaan maaf resmi dan terbuka melalui media yang dapat diakses publik.
2. Menyampaikan klarifikasi tertulis tanpa manipulasi fakta.
Jika ultimatum tersebut tidak diindahkan, AWI menegaskan siap mengambil langkah lanjut, antara lain:
* melaporkan ke Dewan Pers,
* serta membuka opsi jalur hukum sesuai ketentuan UU Pers dan KUHP.
> “Ini peringatan keras. Profesi pers tidak boleh dinodai oleh oknum yang menebar narasi sesat dan menyeret wartawan lain dalam konflik kepentingan,” tegas pengurus AWI Kalbar.
Pers Harus Independen, Bukan Alat Serangan Personal
AWI menegaskan bahwa pers dan organisasi kewartawanan bukan tempat bersembunyi bagi kepentingan pribadi, apalagi menyerang sesama wartawan.
> “Ini bukan perkara suka atau tidak suka isi berita. Ini menyangkut etika. Saat pemberitaan menyerang nama baik organisasi dengan narasi tak berdasar, kami wajib bersuara,” ujar pihak AWI.
Konferensi Pers AWI digelar di Pontianak, Selasa (23/12), dihadiri sejumlah pengurus dan wartawan dari berbagai media.
Dasar Regulasi yang Menjadi Acuan AWI
Undang-Undang Pers No. 40/1999
* Menjamin kebebasan pers yang bertanggung jawab.
* Melarang penyajian informasi keliru dan tidak terverifikasi.
* Memberikan ruang penyelesaian sengketa melalui Dewan Pers.
Kode Etik Jurnalistik
* Pasal 1: berita wajib akurat, tidak mengandung niat buruk.
* Pasal 3: informasi harus diverifikasi.
* Pasal 10: media wajib mencabut berita salah dan menyampaikan maaf.
Dengan dasar ini, AWI menilai narasi kewilayahan dan pemberitaan yang menyerang personal merupakan pelanggaran prinsipil.
AWI: Insiden Ini Harus Jadi Efek Jera
AWI menilai kasus ini tidak berdiri sendiri. Pola serangan personal oleh oknum wartawan dan media terhadap organisasi pers mulai terlihat secara terstruktur.
> “Hari ini kami bersikap. Ini harus menjadi pelajaran keras bagi oknum yang menggunakan profesi wartawan untuk memecah belah komunitas pers,” tegas AWI.
Jika Tak Ada Klarifikasi: Perkara Naik Level
AWI masih membuka ruang dialog profesional dan penyelesaian baik-baik. Namun apabila pihak terkait tetap bergeming, tidak ada permintaan maaf, atau kembali memelintir fakta, maka:
seluruh bukti akan dibawa ke Dewan Pers sebagai dugaan pelanggaran jurnalistik berat.
( Tim-Red )









