example banner

Alih Fungsikan Lahan Milik Kelompok, Perusahaan Asal Tembilahan Babat Hutan Mangrove Di Meranti

MERANTI,RIAU MITRAMABES – Ada-ada saja ulah perusahaan asal Tembilahan mau lepas dari permasalahan penyerobotan kawasan hutan Mangrove, melalui oknum ketua LSM berupaya untuk membekap dan rela “menjebak” kelompok masyarakat.

Seperti yang terjadi di Desa Batang Meranti Kecamatan Pulau Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti yang mana, lahan Kelompok Mangrove Meranti Lestari sesuai Keputusan Menteri LHK Nomor 4083/MENLHK-PSKLPKPS/PSL.O/6/2020 tanggal 26 Juni 2020. KTH di alih fungsikan menjadi tempat mendirikan Batching Plant milik Perusahaan asal Tembilahan,Jumat 31 Mei 2024.

Parahnya lagi pengalih pungsi lahan kawasan hutan Mangrove didukung oleh Pemerintah setempat dan tokoh masyarakat serta tokoh pemuda di lokasi tersebut serta Tokoh masyarakat, LAM Kecamatan.

dengan menyebar isu bohong bahwa “Apa bila Perusahaan asal Tembilahan di permasalahkan mendirikan Batching Plant di kawasan hutan mangrove tersebut akan menghambat pembangunan pemerintah lainya di wilayah kecamatan tersebut.  

Hal ini terungkap sebagai mana dikatakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Laskar Melayu Cendekiawan Muda (LMCM) Provinsi Riau Jefrizal yang mengaku sebagai Humas dari perusahaan asal Tembilahan. Bahwa pembangunan Batching Plant dikawasan hutan Mangrove tidak ada kaitan dengan perusahaan melainkan untuk kepentingan organisasi mau berinvestasi menggunakan modal pribadi.

Terkait dugaan penyerobotan lahan kawasan hutan Mangrove milik negara di pinggir sungai untuk mendirikan Batching Plant, ia mengatakan sudah mendapat dukungan atas pelaksanaan pembangunan Batching Plant tersebut.

“Itu antara saya dengan kelompok mangrove Meranti lestari, didukung oleh Pemerintah setempat dan tokoh masyarakat serta tokoh pemuda serta LAM untuk pelaksanaan pembangunan Batching Plant di lokasi tersebut,” Jelasnya,Selasa 21 Mei 2024.

Menanggapi hal itu, Kapala Bidang Investigasi Meranti Peduli Lingkungan (PMPL) Indra Kusuma menyayangkan sikap perusahaan dan lembaga atau LSM yang seharusnya memberi kan penjelasan kepada masyarakat agar tidak melanggar aturan kini malah terkesan menjerumuskan masyarakat.

“Kasihan kelompok masyarakat yang tidak paham seperti dibodoh-bodohi dengan permainan oknum LSM, sukur-sukur kelompok tidak terjerat hukum nantinya, parahnya lagi, pemerintah Kecamatan dan Desa bahkan LAM kecamatan pun ikut mendukung pengalih pungsi Kawasan Hutan dijadikan tempat mendirikan Batching Plant milik Perusahaan,” Kata pria yang akrab disapa indra.

“Mana boleh kawasan hutan diberi izin buat untuk pribadi maupun lembaga yang bukan pula bergerak dibidang kontraktor, kecuali untuk pemerintah, jika Dinas mengeluarkan izin pinjam pakai lahan kawasan hutan kepada lembaga yang sejatinya bukan bergerak dibidang kontraktor, maupun pengusaha perlu dipertanyakan,” tambah Iskandar selaku sekretaris perkumpulan Meranti peduli lingkungan (PMPL) kepulauan meranti.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP) Kepulauan Meranti H. Sutardi melalui Sekretaris Afrinal Yusran mengatakan tidak ada mengeluarkan izin dan tidak mengetahui aktivitas terkait perusahaan asal Tembilahan mendirikan Batching Plant.

“Hingga saat ini tidak ada menerbitkan atau mengeluarkan izin terkait pembangunan Batching Plant. Apal lagi sekarang porsinya sudah di bagi, yang mana porsinya Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten sesuai UU no 5 tahun 2021tentang penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko,”jelas Yusran saat di jumpai media ini diruang kerjanya, Selasa 21 Mei 2024.

Lanjutnya, Kemaren memang ada surat permohonan pinjam pakai lahan dari lembaga yang di tujukan ke Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Perkim) dan dinas perkim bersurat Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Kepulauan Meranti terkait tata ruang, kita hanya menerima tembusan.

“Sampai saat ini kita belum memproses sama sekali dan kita menunggu rekomindasinya seperti apa dari OPD terkait, jika pemberkasan dinyatakan lengkap kita tidak mengeluarkan izin, kita hanya pendampingan, sifatnya hanya membantu penginputan dan sebagainya. Yang menentukan OSS berbasis resiko itu langsung dari pusat,” tutupnya.

Sementara itu Ketua Kelompok Mangrove Meranti Lestari hingga saat ini belum bisa di minta keterangan, hingga berita ini di terbitkan. (Tim)

example banner

example banner

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *