Mitra Mabes.Com – Opini Kapal besar sedang dihantam gelombang besar, gelombang yang sebelumnya juga menghancur leburkan mimpi, harapan yang tak akan pernah bisa digenggam kembali.
Pemerintahan di lampung tengah adalah bentuk nyata bahwa konsisten terhadap kebijakan yang pro terhadap rakyat ternyata hanya isapan jempol dan menjadi ilusi setelah lama Terlelap dalam tidurnya.
Ardito sebagai antitesa dari sekian banyak perlawanan menggeluti missi panjang dalam menduduki orang nomor satu negeri dengan julukan _beguwai jejamo wawai_ Itu.
Kamis, 11 Desember 2025, adalah mimpi buruk bagi ardito cs memahami situasi kondisi, fakta, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan kelimanya sebagai tersangka sebagai terduga penerima fee proyek yang ada di lampung tengah.
Tak berhenti disitu, lembaga antirasuah itu menggali, memeriksa serta membawa tambahan alat bukti yang menyasar dikediaman terduga pelaku, serta tim sukses yang ikut memenangkan ardito – komang dalam kontestasi pilkada 2024 lalu.
Bahkan, KPK juga akan mengembangkan kearah yang lebih terperinci, seperti pengendalian proyek bahkan titipan posisi atau jual-beli jabatan dilingkungan pemerintah Kabupaten Lampung tengah.
Dua minggu berlalu belum ada tanda-tanda sedemikian rupa, dengan gerak, langkah dan taktik yang sedang dimainkan KPK, yang menurut animo bagi kebanyakan orang akan menyeret kepada orang tertentu yang ikut menyetel, mengetahui bahkan menjadi king maker dalam pelaksanaan dilapangan, dilingkaran sangat bupati, ardito wijaya.
Ada yang cukup ironis, partai pengusung ardito – komang seolah buang badan, bahkan terkesan cuci tangan terhadap dinamika yang sedang terjadi dan seolah tidak mengetahui tindak tanduk sang bupati, ardito.
Padahal, dalam setiap konstelasi politik, masyarakat perlu tau, dasar partai pengusung mencalonkan serta pengawasan (bahasa kerennya, difollow up) terhadap ardito – komang, tanpa dilepas begitu saja.
Justru tanda – tanda ini memunculkan stigma negatif dan spekulasi tersendiri bagi masyarakat, masyarakat hanya ingin melihat partai pengusung memohon ke publik seolah ada kata “permintaan maaf” yang sampai saat ini tidak terlaksana, padahal ardito – komang adalah pasangan pilkada 2024.
Tak berhenti disitu, masyarakat juga memang mengetahui bahwa ruang kerja sang wabup, komang koheri, sempat digeledah oleh beberapa utusan KPK yang diyakini, bahwa wabup komang, paling tidak sedikit banyak mengetahui alur cerita soal dana kampanye, yang digadang-gadang menjadi alasan ardito cs melakukan tindakan pidana korupsi untuk membayar hutang kampanye.
Harapan demi harapan kian luntur, kepada siapa lagi rakyat bertanya, seolah ada skenario besar apa yang terjadi, padahal, dua hari sebelum ditetapkan ardito cs sebagai tersangka oleh KPK, ada enam orang yang diyakini sebagai anggota DPRD lampung tengah, yang menjadi terduga OTT oleh KPK namun tak jelas pula, kepentingan apa para dewan yang terlibat itu diperiksa lalu dipulangkan begitu saja.
Akhirnya, Lagi-lagi masyarakat yang menanggung beban berat ini, setelah dulu dua pendahulu pun disangkakan hal yang sama oleh lembaga yang sama pula, ketika ketimpangan pejabat politik yang tersandung dalam “konspirasi” OTT, publik bertanya, bagaimana soal kelanjutan, kejelasan serta kebijakan yang hampir menutup akhir tahun ini.
Masih adakah harapan masyarakat, yang sempat digantungkan oleh prilaku KPK yang dianggap benar bagi kaum “oppurtunis”, dan rasa ketidakadilan bagi yang mengalami kursi pesakitan.
Sulit membayangkan betapa lucunya dinegeri ini, ketika ada cercaan datang saat yang tidak tepat, dan pujian pun enggang didapat bagi mereka yang mendekam dibalik jeruji.
Sang wabup pun tetap asyik memainkan peran, seolah memang sudah memprediksi persoalan yang terjadi tanpa menunggu, meminta maaf dan menjelaskan semua tentang apa yang terjadi pada waktu lalu, dihari ini.
Jika ini benar-benar soal hutang kampanye pilkada 2024, paling tidak ada “paksi” lain yang mengetahui, terlibat serta mengeksekusi yang sudah ada peranan masing-masing. Kita, KPK, dan juga mereka adalah insan biasa, yang tak terlepas dari kata, sikap, bahkan prilaku yang kadang khilaf. Hanya paling tidak dari dinamika dan konstelasi politik hari ini ada kedewasaan berpikir, ada ego sektoral yang diturunkan, serta tensi politik yang harus dipacu agar menjadi terang tanpa harus tertutup dan diam seribu bahasa.
(Trimo Riadi)











