Gunung Sugih Lampung Tengah Mitra Mabes.Com – Di balik tembok tinggi dan pintu besi yang dingin, ada hati-hati yang masih ingin belajar, bermimpi, dan kembali menjadi manusia seutuhnya.
Pagi itu (Kamis, 24 Juli 2025) kami tiba di Lapas Kelas IIB Gunung Sugih dengan hati penuh harap.
Begitu gerbang terbuka, kami langsung disambut hangat oleh Kalapas Gunung Sugih, Bapak Mastur bersama jajarannya. Beliau tak hanya membuka pintu lapas, tapi juga membuka ruang hati agar program pemulihan terus hidup dan berkembang.
Kami tidak datang sekadar melakukan observasi kegiatan rutin rehabilitasi sosial bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) tindak pidana narkotika.
Kami datang sebagai bagian dari harapan itu sendiri.
Bersama GRANAT (Gerakan Nasional Anti Narkotika), kami mendukung program rehabilitasi yang utuh: membebaskan tubuh dari candu narkoba sekaligus menyembuhkan jiwa dari luka rasa bersalah, putus asa, dan hilangnya harga diri.
Kali ini, para mahasiswa FKIP Universitas Bandar Lampung diajak keluar dari ruang kuliah ber-AC menuju “ruang kelas” paling nyata: Lapas Kelas IIB Gunung Sugih.
Di sini, mereka tidak hanya belajar mengajar, tapi juga belajar menjadi manusia yang lebih utuh.
Salah satu momen paling berkesan adalah ketika mahasiswa mengamati langsung proses pembinaan yang dipandu oleh Bapak Benny Mangkunegara, S.E. (Ketua Ikatan Konselor Adiksi Indonesia [IKAI] Provinsi Lampung sekaligus Sekretaris DPC GRANAT Lampung Tengah).
Dengan penuh ketenangan dan keahlian, beliau menjalankan tahapan-tahapan pembinaan adiksi secara profesional: mulai dari pendampingan individu, terapi kelompok, penguatan motivasi internal, hingga latihan keterampilan penolakan (refusal skill). Cara beliau mendengarkan tanpa menghakimi, memberi nasihat tanpa menggurui, serta membangun kepercayaan diri para WBP membuat semua yang hadir terpukau.
Kehadiran istimewa lainnya adalah Bapak H. Abdullah Surajaya, S.H., M.H. (Ketua DPC GRANAT Lampung Tengah sekaligus Anggota DPRD Provinsi Lampung).
Beliau turut memberikan pembinaan langsung dan menyampaikan pesan tegas sekaligus penuh kasih:
“Menjaga pemulihan itu harus sampai akhir hayat. Tapi itu tidak mudah. Yang terpenting adalah niatan kuat dari lubuk hati sanubari, dan keterampilan berani mengatakan ‘tidak’ ketika nanti bebas menghadapi godaan di luar sana.”
Empati bukan lagi hanya teori dari buku psikologi.
Empati lahir saat kita mendengar cerita mereka dan tanpa terasa air mata ikut mengalir.
Refleksi terdalam muncul ketika kita bertanya pada diri sendiri:
“Jika aku yang berada di posisi mereka, akankah masih ada yang percaya aku bisa berubah?”
Kegiatan ini bukan sekadar pengabdian masyarakat biasa.
Ini adalah panggilan kemanusiaan.
Ini bukti nyata bahwa pendidikan dan pemulihan tidak mengenal tembok beton, status sosial, apalagi masa lalu seseorang.
Kita hadir bukan dengan rasa iba, tapi dengan keyakinan teguh: setiap manusia berhak atas kesempatan kedua, dan kita adalah bagian dari kesempatan itu.
Ruang kelas sejati bukan yang ber-AC dan berwi-fi,
melainkan yang mampu mengubah hidup seseorang selamanya.
Kita mungkin tidak bisa mengubah dunia sekaligus.
Tapi kita bisa mengubah dunia satu orang per satu.
Mulai dari Lapas.
Mulai dari sekarang.
Mulai dari kita.
Salam pendidik penuh kasih,
Mari mengajar dengan jiwa.
Mari mengabdi dengan cinta.
#MengabdiDiLapas #GuruTanpaBatas #BersamaGRANAT #FKIPUBLMengabdi #LapasGunungSugih #StopNarkoba
04 Desember 2025
Ditulis oleh: Susanto Saman
Dosen FKIP UBL / Konselor dan Penyuluh DPD GRANAT Provinsi Lampung.
(Trimo Riadi)










