Rokan Hilir Mitra Mabes.Com -PT SPRH (Perseroda) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Rokan Hilir, melalui Direktur Pengembangan Zulpakar, memberikan klarifikasi terkait pembelian lahan untuk pembangunan Sentra Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di kawasan Tanjung Lumba-lumba, Kelurahan Teluk Merbau, Kecamatan Kubu.
Klarifikasi ini disampaikan sebagai bentuk komitmen perusahaan dalam mengusut dugaan penyimpangan dalam pembelian lahan tersebut. Menurut Zulpakar, transaksi yang dilakukan tidak mengikuti mekanisme dan prosedur yang berlaku, serta terindikasi kuat mengandung konflik kepentingan.
“Seharusnya saya, sebagai Direktur Pengembangan, yang bertanggung jawab dalam proses pembelian tanah atau pun lahan tersebut. Namun, saya sama sekali tidak pernah dilibatkan dan tidak mengetahui transaksi ini,” ujar Zulpakar kepada awak media mitra mabes.
Zulpakar mengungkapkan bahwa lahan seluas 20.000 meter persegi ( 2 Ha) tersebut dibeli dengan nilai total Rp615 juta yang tertera di dalam kwitansi pembayaran, namun realisasi pembayaran hanya sebesar Rp. 400 juta, sedang kan yang diterima RT. 03 selaku pemilik lahan tersebut, Persoalan pembelian lahan untuk sentral pengisian bahan bakar nelayan di tanjung lumba-lumba kelurahan teluk Merbau kec kubu oleh PT. SPRH (Perseroda) yang kini telah dalam penyidikan Diskrimsus oleh Kejaksaan Tinggi Riau.
Ia juga menyebut telah turun langsung ke lokasi dan melakukan klarifikasi ke Kantor Lurah Teluk Merbau.
Namun, tidak satu pun pihak yang terlibat secara langsung hadir dalam pertemuan tersebut. Hanya seorang Ketua RW dan perwakilan dari RT
03 yang datang, yang diduga berperan sebagai pemilik lahan sekaligus pihak yang menandatangani kwitansi pembayaran.
Investigasi internal perusahaan mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proses pembelian lahan, di antaranya: Kelengkapan administrasi yang tidak sesuai prosedur,dan tidak ditemukannya registrasi surat tanah tersebut di kantor kelurahan, serta tidak sesuai dengan studi kelayakan dalam perencana bisnis,.
Zulpakar juga menyoroti bahwa menurut keterangan dari pihak kelurahan teluk merbau, tidak terdapat catatan resmi atas kepemilikan lahan tersebut. Hal ini memperkuat adanya dugaan korupsi dan mar’ap dalam pembelian lahan tersebut.
Terkait dugaan mark-up harga lahan, Zulpakar menilai harga Rp.615 juta tidak sesuai dengan kondisi fisik lahan yang berupa hutan piyai di tepi laut. Bahkan, jarak antara lokasi dan bibir pantai pun belum diketahui secara pasti karena kondisi lahan dinilai “semrawut”.
Lebih lanjut, hasil penelusuran salah satu LSM menunjukkan bahwa sebagian lahan yang dibeli di duga masuk dalam zona hijau atau kawasan hutan, yang berarti secara hukum tidak layak untuk diperjual belikan,apalagi pemerintah sudah mengeluarkan keputusan berdasarkan pepres no 5 th 2005 tentang penertiban kawasan hutan.
Menanggapi kasus ini, Tim Investigasi DPP TOPAN RI meminta PT. SPRH (Perseroda) untuk segera membatalkan pembelian lahan yang diduga dilakukan tanpa prosedur resmi oleh oknum Sekretaris PT SPRH (Perseroda)
TOPAN RI juga mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas keterlibatan para pihak, dan Memproses pihak yang terlibat jika terbukti bersalah, Meminta pengembalian dana mark-up ke negara melalui kas PT SPRH (Perseroda) .
Zulpakar menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum ini hingga tuntas dan meminta aparat penegak hukum bersikap tegas dalam permasalahan ini bila ditemukan unsur pelanggaran hukum,agar segera di proses ujarnya.
(Team KORLIP Riau mitra mabes.)