MITRA MABES.COM . . . . . .Serdang Bedagai, Sumut — Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan kebebasan pers yang bertanggung jawab serta menegakkan keterbukaan informasi publik, sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap kecenderungan relasi timpang antara pemerintah dan media, di mana hanya media yang “ramah terhadap kekuasaan” diberi ruang, sementara jurnalis yang menjalankan fungsi kontrol sosial justru dihadapkan pada intimidasi, pembatasan, bahkan stigmatisasi.
“Pers yang baik bukan yang selalu memuji. Pers sejati adalah yang kritis, berimbang, dan menjaga integritas. Wartawan bukan alat propaganda, melainkan mitra kritis dalam menjaga demokrasi tetap hidup,” tegas KH.R.Syahputra Ketua AKPERSI DPD Sumatera Utara, Rabu (25/6/2025).
UU KIP: Hak Konstitusional, Bukan Pajangan Etalase
AKPERSI menilai implementasi UU KIP di banyak daerah masih sangat lemah. Banyak Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) serta instansi pemerintah masih memposisikan informasi publik seolah-olah sebagai milik pribadi lembaga, bukan hak konstitusional warga.
“Ketika informasi disembunyikan, rakyat kehilangan hak, dan demokrasi kehilangan arah,” ujar Jhon Sekertaris Daerah AKPERSI.DPD Sumut
Apresiasi Jangan Hanya untuk Media yang Setuju
AKPERSI juga menyoroti praktik apresiasi yang eksklusif, di mana hanya media yang “tidak kritis” diberi akses dan dukungan, sementara media yang kritis dianggap ancaman.
“Apresiasi kepada media harus didasarkan pada integritas dan profesionalisme, bukan pada kesesuaian narasi. Kritik yang membangun harus tetap diberi ruang,” tegas KH.R.Syahputra
Fenomena Wartawan Abal-Abal Tak Boleh Jadi Alasan Membungkam Pers
Menanggapi sorotan terhadap maraknya wartawan yang tidak berkompeten, AKPERSI menyatakan bahwa hal itu tidak bisa dijadikan dalih untuk membatasi kebebasan pers secara umum.
“Masalah wartawan gadungan harus disikapi dengan pembinaan dan penegakan kode etik, bukan dengan pembungkaman massal terhadap seluruh kerja jurnalistik,” kata Jhon, Sekretaris AKPERSI Sumut.
Konfirmasi Adalah Verifikasi, Bukan Izin dari Kekuasaan
Merespons pernyataan sejumlah pejabat yang menyebut berita harus “terverifikasi” sebelum diterbitkan, Ketua DPD AKPERSI Sumut, KH. R. Syahputra, menegaskan bahwa klaim semacam itu bias dan menyesatkan.
“Verifikasi dalam jurnalisme dilakukan melalui konfirmasi langsung, bukan dengan menunggu restu dari pemerintah. Prinsip keberimbangan tidak boleh disamakan dengan persetujuan kekuasaan,” tegasnya.
Kritik Bukan Ancaman, Tapi Pilar Demokrasi
AKPERSI DPD Sumut menegaskan bahwa kritik dari media adalah bagian sah dari partisipasi demokratis, dan pemerintah yang menolak kritik justru sedang membuka ruang bagi penyalahgunaan kekuasaan.
“Kritik adalah tanda sehat dalam sistem demokrasi. Pemerintah yang anti-kritik sedang membangun pencitraan palsu, bukan akuntabilitas publik,” kata KH.R
Komitmen Tegas: AKPERSI Kawal UU KIP dan UU Pers Tanpa Kompromi
Sebagai organisasi profesi, AKPERSI berkomitmen untuk:
1. Mengawal pelaksanaan UU KIP dan UU Pers di semua tingkatan
2. Melindungi jurnalis profesional dari segala bentuk tekanan, stigmatisasi, dan kriminalisasi
3. Mendorong PPID dan APIP agar memahami hak publik dan bersikap terbuka terhadap media
“Kami akan terus berada di garis depan dalam membela hak masyarakat atas informasi dan menjaga kerja jurnalistik tetap merdeka dari intervensi kekuasaan,” pungkas pernyataan resmi AKPERSI DPD Sumut.
AKPERSI percaya bahwa demokrasi tidak akan tumbuh dalam ruang yang bisu. Keterbukaan informasi dan kemerdekaan pers bukan sekadar jargon—melainkan prasyarat utama bagi pemerintahan yang bersih, transparan, dan bertanggung jawab. (AKPERSI)