Kepulauan Meranti, Riau Mitramabes.Com – Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti tengah mengajukan usulan strategis kepada pemerintah pusat untuk mengeluarkan sebagian lahan gambut dari Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB).
Langkah ini dinilai penting demi mempercepat pembangunan daerah, mengatasi keterbatasan ruang untuk investasi, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir tersebut.
Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) H. Asmar menyatakan bahwa usulan ini bukan berarti mengabaikan komitmen terhadap perlindungan lingkungan, namun lebih kepada upaya mencari titik keseimbangan antara konservasi dan kebutuhan pembangunan.
“Kami memahami pentingnya menjaga fungsi ekologis lahan gambut. Namun, sebagian wilayah yang masuk dalam PIPPIB memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lahan produktif, yang saat ini sangat dibutuhkan masyarakat untuk perkebunan, pertanian, infrastruktur dasar, serta pembangunan ekonomi lainnya,” ungkap Bupati.
Meranti sebagai daerah kepulauan yang memiliki tingkat kemiskinan relatif tinggi membutuhkan terobosan kebijakan agar mampu bersaing dan berkembang secara mandiri.
Pembatasan ruang akibat status lahan dalam PIPPIB dinilai telah menjadi salah satu kendala utama dalam pengembangan wilayah, khususnya untuk pembangunan fasilitas umum, permukiman, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.
Usulan untuk mengeluarkan sejumlah lahan gambut dari PIPPIB telah dilakukan Pemkab Meranti sejak tahun 2021 lalu. Bahkan usulan itu disampaikan langsung kepada Wamen ATR/BPN Dr. Surya Tjandra, namun hingga kini belum ada tindak lanjut.
Usulan ini juga telah disertai dengan kajian teknis dan pemetaan partisipatif, yang menunjukkan bahwa lahan gambut yang dimaksud dapat dikelola secara bijak tanpa mengancam kelestarian lingkungan. Pemkab Kepulauan Meranti berkomitmen untuk menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan, dengan tetap menjaga kawasan lindung serta menerapkan sistem tata kelola berbasis konservasi.
Pemerintah pusat diharapkan dapat mempertimbangkan secara objektif dan proporsional usulan ini, dengan melihat urgensi serta dampak positif yang dapat dihasilkan terhadap pembangunan daerah dan pengentasan kemiskinan.
Usulan yang sama juga kembali disampaikan oleh Bupati Asmar saat rapat kerja bersama Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, Kamis (24/4/2025) di Kantor Gubernur Riau, Pekanbaru.
Dikatakan Asmar, terbitnya Inpres nomor 5 tahun 2019 yang mengatur moratorium hak atas tanah di lahan gambut, menyebabkan menyempitnya lahan yang bisa digunakan pemerintah daerah untuk pembangunan.
Tidak hanya itu, lahan gambut milik masyarakat juga tidak bisa disertifikatkan dan menjadi agunan pinjaman di Bank. Dengan begitu masyarakat dan pengusaha menjadi tidak bisa untuk mendapatkan pinjaman modal usaha.
“Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami minta solusi terhadap permasalahan tersebut kepada bapak Menteri,” ujar Asmar.
Usulan itu dijawab oleh Menteri Nusron Wahid untuk mempelajari dan mencari solusi bersama.
Diketahui, 57,9% dari total luas Kabupaten Kepulauan Meranti ditetapkan sebagai kawasan PIPPIB berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 666 Tahun 2021.
Dari luas tersebut, sekitar 22,2% merupakan Area Penggunaan Lain (APL), namun hanya 4,97% yang bebas dari PIPPIB dan dapat diterbitkan sertifikat tanahnya.
*Dampak terhadap Masyarakat dan Ekonomi
Sebagian besar tanah desa dan lahan usaha masyarakat masuk dalam kawasan PIPPIB, menghambat penerbitan sertifikat tanah dan izin usaha.
Ditambah, sekitar 64 kilang sagu, 55 panglong arang, dan 220 dapur arang tidak dapat memperpanjang izin usaha karena lahan yang ditempati masuk kawasan PIPPIB.
Berbagai upaya dan solusi telah coba diambil oleh Pemkab Kepulauan Meranti bersama instansi terkait. Seperti, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kepulauan Meranti telah mengajukan sekitar 12.000 sertifikat tanah milik masyarakat ke Dirjen Planologi KLHK untuk dikeluarkan dari kawasan PIPPIB. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan.
Penelitian menunjukkan bahwa penetapan PIPPIB di Meranti tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Sebagian besar wilayah yang termasuk dalam kawasan PIPPIB adalah APL, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi masyarakat.
Namun, karena kebijakan tersebut, masyarakat tidak dapat memanfaatkan hak milik atas tanah mereka secara utuh, yang berdampak pada kesejahteraan mereka.
“Secara keseluruhan, masyarakat dan pemerintah daerah di Kepulauan Meranti berharap agar kebijakan PIPPIB dievaluasi kembali dan disesuaikan dengan kondisi lokal, agar hak-hak masyarakat atas tanah mereka diakui dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan,” terang Bupati Kepulauan Meranti itu. (ADV)