Karawang, MBS Adanya pengaduan masyarakat yang di terima oleh H Jenal sebagai wakil rakyat dari dapil Karawang terkait ada nya dugaan PT Monokem Surya membuang limbah B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun ) dan Kecelakaan kerja, sebagai anggota DPRD Propinsi dari F Demokrat memiliki tugas, salah satunya fungsi pengawasan.
Sebagai pengawas dapat menerima masukan dari berbagai pihak, dan agar tidak hanya mendengar informasi dari sebelah pihak, maka perlu klarifikasi langsung agar mendapat informasi dari sumber yang terpercaya, Selasa ( 21/1/2025).
Kepada media, H Jenal usai melakukan Kunjungan Kerja ke raja ke PT Monokem, mengatakan bahwa sebelum nya sudah di sampaikan besnya itu adalah batu bara, dan juga ada oli bekas, jadi di himbau, sekalipun ada kerjasama dengan pihak pengelola tetapi kejar juga perizinannya, jangan sampai kerjasama dengan perusahaan atau orang yang tidak punya perizinan.
Lebih lanjut, H Jenal menambahkan contoh kecil transporter, karena ini adalah batu bara, untuk pengangkutan tidak boleh bak terbuka harus mobil yang sudah tertutup, apalagi ada oli bekasnya, ini sangat penting.
” Saya mohon agar pihak perusahaan jangan bekerjasama dengan pengelola yang tidak memiliki perizinan yang lengkap, dan jangan mengangkut dengan baik terbuka, bisa tercecer di jalan, apalagi membawa oli bekas, ” Ujar H Jenal.
Lebih lanjut H Jenal menambahkan bahwa sesuai dengan hasil rapat dengan pihak PT Monokem, saya secara pribadi menyampaikan 3 pertanyaan, pertama sudah berapa kali insiden kecelakaan ini terjadi, ke dua apa penyebab utamanya sehingga insiden kecelakaan terjadi, dan ketiga upaya apa yang di lakukan pihak perusahaan agar kemudian ke depan insiden tersebut tidak terulang kembali ?
Jadi saya hanya menyampaikan tiga pertanyaan tersebut, di luar dari konteks B3, dan apa yang di sampaikan oleh Perusahaan melalui Ibu Fitri, di sampaikan bahwa kecelakaan baru terjadi sekali ini, dan sebelumnya tidak pernah terjadi insiden kecelakaan seperti ini, dan di jelaskan oleh Fitri mewakili Perusahaan, bahwa penyebab utama dari ledakan smelter Titanium yang berlokasi di jalan proklamasi Desa aman, Rengasdengklok Kab Karawang, pada tanggal 16 Desember 2024.
Di jelaskan Fitri kepada Dewan Jenal, bahwa insiden tersebut terjadi karena ada tetesan air yang jatuh dari salah satu pipa jaringan air yang ada di sekeliling smelter, dan hanya tiga tetesan hasil dari audit forensik, karena sejatinya pada saat proses produksi itu di smelter itu kandungan yang ada di smelter itu tidak boleh tersentuh oleh air, sekalipun hanya satu tetes, karena kali berkenan tetesan air dan jatuh ke smelter, maka akan mengakibatkan ledakan yang bisa menimbulkan kecelakaan, seperti yang sudah terjadi dan mengakibatkan dua karyawan meninggal.
Dan upaya yang akan di lakukan untuk tidak terulang kembali, maka pihak PT Monokem sekarang menghentikan penggunaan smelter untuk memproduksi sambil menunggu investor guna menghadirkan tekhnologi yang lebih canggih, dan sebanarnya alatnya sudah ready, namun sayang kondisi keuangan Perusahaan sedang menurun, jadi tidak memungkinkan untuk menambah investasi lagi.
Sehingga hal ini berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja di PT Monokem, karena memang Perusahaan tidak punya kemampuan perhari ini, karena harga per unit smelter sangat amat mahal, dan buatan Jerman. Jadi saat ini dengan berat hati, pihak perusahaan harus melakukan pengurangan tenaga kerja. Karena kalaupun mau menampung tenaga kerja, sudah tidak ada produksi, karena smelter meledak, karena smelter adalah salah satu alat penting dalam menunjang proses produksi di Perusahaan.
H.Jenal mengatakan bahwa memang alat smelter itu masih ada dan sudah bisa di gunakan, namun masih trauma di kuatirkan akan meledak kembali, jadi Pihak PT Monokem tidak akan menggunakan smelter tersebut.
” Sunggu tragis hanyakarena tiga tetes air, smelter dengan harga selangit meledak, karena memang tidak boleh ada campuran air walau setetes, jadi harus steril, ” Ujar H Jenal.
Kemudian H Jenal bertanya terkait penggunaan air untuk menunjang produksi, berapa persen dari jumlah material yang ada, di jawab oleh Fitri sekitar 22 persen, itu dari awal belum masuk ke smelter, dan ketika di pertanyakan pasokan air dari mana, di jawab Pihak perusahaan bahwa 50 persen dari PDAM, dan 20 persen air bawah tanah, artinya pakai satelit, dan H Jeenal mempertanyakan izin satelitnya, di katakan ada, namun belum menunjukan ke Dewan yang hadir.
Kemudian kaitan dengan B3, di benarkan Dewan bahwa perusaan menggunakan batu bara karena akan menghasilkan limbah B3, dan di tanya Dewan limbah B3 siapa yang kelola, dan pihak perusahaan menjawab bahwa pengelolanya PT Engkel Family yang di oleh buat batako, namun ketika di pertanyakan apakah sudah pernah meninjau lokasi pembuatan batako nya, untuk memastikan batu bara tersebut di gunakan untuk batu bata, namun menurut Perusahaan sudah pernah di tinjau namun sudah tiga tahun yang lalu, namun untuk saat ini, pihak perusahaan akui belum tahu, sehingga Dewan mendesak agar di cek ulang.
Namun, menurut Dewan Jenal bisa di pastikan bahwa pembuatan batako oleh pihak pengelola itu tidak ada, dan termasuk oli bekas, buat kemitraannya di validasi kembali, terkait soal perizinannya. Dan menurut H Zaenal kemitraan pengelola semua berbeda, baik batu bara, oli bekas dan transporter semua di pastikan harus berizin.
Sampai saat ini pengakuan perusahaan sudah bermitra dengan pihak pengelola yang berizin lengkap, namun hingga saat ini hanya sebatas lisan, belum di serahkan bukti tertulis kepada Dewan.
Dan yang jelas ada kesalahan FATAL, dalam proses perizinan di PT Monokem kaitan dengan UU yang terbaru atau Permen yang baru, bahwa investasi di atas 10 Miliard sudah bukan lagi UKL UPL tetapi sudah menjadi AMDAL, dan AMDAL nya yang kelola adalah Propinsi Jawa Barat, dan PT Monokem masih menggunakan UKL UPL pada UU ini sudah tiga tahun yang lalu di berlakukan, ” Jadi jelas ada pelanggaran di PT Monokem,” Tegas H Jenal, dan demi perimbangan berita, hingga saat ini, pihak perusahaan belum merespon surat elektronik media, baik lewat pesan WhatsApp dan email.( Red )