Makassar/MBS-
BUKTI screenshot chat whatsapp [WA] itu, hingga kini masih tersimpan di telepon genggam Abd Jalali D. Nai. Ahli waris tanah Tjoddo ini mengaku sengaja menyimpannya. Sebab, dalam enam bukti screenshot itu, tertulis jelas: permintaan uang dari seseorang yang bertugas di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar, kepada Ida Hamidah, kuasa hukum Dg. Nai. Sesuai tanggal yang tertera di WA, chat berlangsung intensif selama empat hari, yakni sejak 14 Januari hingga 17 Januari 2023. Itu adalah tanggal-tanggal krusial bagi Dg. Nai, terkait gugatannya kepada Kepala Badan Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar dan PT Inti Cakrawala Citra, yang ia daftarkan ke PTUN Makassar pada 22 Agustus 2022.
Terdaftar dengan Nomor Registrasi: 12/G/2021/PTUN.Mks, gugatan itu diajukan Dg. Nai untuk menjawab tuntutan pihak Indogrosir, agar kasus pendudukan paksa atas tanah di Kilometer 18 milik Almarhum Tjoddo, diselesaikan secara hukum di pengadilan. Pihak yang digugat adalah Kepala Badan Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar dan PT Inti Cakrawala Citra {ICC], selaku perusahaan yang memiliki dan mengelola Indogrosir. Perusahaan ini pula yang pada 19 November 2015, tertulis memberi kuasa kepada Uun Febryan dan Suyono, SE, untuk mengurus transaksi jual beli tanah seluas kurang lebih 32.561 meter persegi di Kilometer 18 dengan Keluarga Tjonra Karaeng Minggu 21 Mei 2023.
Dokumen yang disertakan dalam transaksi jual beli itu, adalah SHGB 21970, terbitan 13 April 2016, yang ditandatangani Kepala Badan Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar, Achmad Kadir, SH, MH. Dalam sertifikat ini pula, tertulis tanggal transaksi jual beli itu, yakni pada 21 Agustus 2014. Ini adalah tanggal yang sama dengan tanggal terbit SHM 25952, yang lagi-lagi ditandatangani Kepala Badan Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar, Achmad Kadir, SH, MH.
Penunjuk di SHM 25952 ini, adalah “Sebidang Tanah Bekas Tanah Milik Indonesia Persil No. 6 D1 Kohir No. 51 C1”. Data di penunjuk ini, jelas merujuk pada Kohir 51 C I milik perempuan bernama Sia di Kilometer 17. Sementara, Nama Pemegang Hak di SHM 25952 ini, tertulis Annie Gretha Warow. Ini adalah nama yang juga tertulis sebagai Pemegang Hak di SHM 480/1984 Bulurokeng dari Kilometer 20. Nama ini kemudian “lenyap” di SHGB 21970 terbitan pertama pada 13 April 2015, diganti nama M. Idrus Mattoreng dkk. sebagai Pemegang Hak. Padahal, di SHGB 21970 terbitan 13 April 2015 ini tertulis sebagai Penunjuk: Hak Milik No. 25952 [Bekas Hak Milik No.490/Bulurokeng].
Seluruh kejanggalan data yang tertulis tersebut, membuat posisi hukum Dg. Nai sesungguhnya sangat kuat, saat mengajukan gugatan ke PTUN Makassar. Apalagi, bapak enam anak dan kakek sembilan cucu itu juga masih memegang sejumlah surat bukti lain, yang menunjukkan kepemilikan sah dirinya atas tanah di Kilometer 18. Salah satu diantara surat itu, adalah Surat Keterangan No. 593/03/KP/XI/2013, yang ditandatangani Lurah Pai, Jabbar, S.Sos. Ada pula Surat Keterangan tertanggal 23 Agustus 2003, yang ditandatangani Lurah Pai, Andi Mappangile, S.ip. Di kedua surat itu tertulis: tanah di Persil 6 D I Kohir 54 C I di Kilometer 18 Blok 157 Lompo Pai adalah milik Tjoddo.
Sejatinya, cukup dengan mendasarkan diri pada kedua surat tersebut, Majelis Hakim PTUN Makassar sudah bisa langsung memutuskan untuk mengabulkan gugatan Dg. Nai. Namun, faktanya, ternyata tidaklah demikian. Penolakan untuk memberi uang kepada majelis hakim, sebagaimana tertulis dalam chat yang dikirimkan seseorang dari PTUN Makassar kepada kuasa hukum Dg. Nai, Ida Hamidah,membuat ahli waris Tjoddo itu akhirnya harus menerima nasib.
Gugatannya ditolak hakim.
Bisa dipastikan, kandasnya gugatan Dg Nai di PTUN Makassar, terkait langsung dengan fakta-fakta tertulis dalam chat WA yang dikirimkan seseorang dari PTUN Makassar kepada Ida Hamidah, Kuasa Hukum Dg. Nai. Chat pertama tercatat datang pada 14 Januari 2023. Di chat itu tertulis, “Tabe bu ida apa sudah ada info dr klien ta?” Saat itu, lewat chat WA yang sama, tertulis permintaan Ida untuk bertemu di RM Ratu Gurih, Jalan Boulevard, Makassar, yang dijawab orang tersebut dengan chat bertuliskan, “Iye siap kita infoma saja bu”.
Sehari setelah itu, yakni pada 15 Januari 2015, nomor yang sama dari orang tersebut kembali mengirimkan chat, dan menulis, “Mohon maaf ini ibu ida lg msh sama ka bpk ini tmni di malino, kemungkinan malam pi br smpe di mks”. Selanjutnya, di chat tersebut, orang itu menulis pula, “Pak KM ta ji juga di perkara 07 bu ida, sekalian ini sy bahas dr td sm beliau. Sempat ji beliau bertanya soal angka dr kita bede tp ku blg mau ketemuan sama kita”.
Di bagian lain dari chat tanggal 15 Januari 2023 itu, orang tersebut juga menulis kepada Ida: “Iye siap ibu ida sy coba bantu lg tapi bantu ka juga soal angkanya krn berat ka jg krn blm cocokpi angkanya kodong”. Menjawab chat ini, Ida pun menulis, “Pajak PBB thn 2022 hampir 90 juta sj klien belum byr, yg 2021 ji dibayar. Krn orang susah uang”.
Dan, pada 17 Januari 2023, orang itu kembali mengirimkan chat kepada Ida, dengan menulis, “Tabe ibu ida sy sdh cb bantu membahasakan ke beliau terus menerus tapi beliau hanya ksh turun ke 250 dan mohon maaf ka tdk bs trlalu banyak bs membantu ibu ida ke beliau. Dan sekedar informasi ini ada info katax lawan ta merapatki juga”.
Atas chat itu, Ida pun membalas dengan tulisan, “Iya gpp pk, semoga yang menerima uang dari lawan sy sehat2 terus krn disitu ada haknya org terdzolimi. Semoga Do’a org terdzolimi tembus ke langit ke 7. Apalah artinya uang byk dr hasil ga benar ujung2nya bolak balik masuk RS”.
Menjawab chat Ida itu, orang tersebut menulis, “Hahahaha siap ibu ida”.
Kisah selanjutnya, adalah cerita pahit. Sebab, tak berselang lama setelah chat tanggal 17 Januari 2023 itu, Majelis Hakim PTUN Makassar resmi membacakan putusan Nomor 7/B/2023/PT. TUN.MKS. Isi Putusan: menolak seluruh gugatan Dg. Nai, antara lain dengan pertimbangan hukum: penggugat selaku cucu dari Tjoddo tidak memiliki hubungan causalitas dengan penerbitan objek sengketa. Penggugat juga patut dinyatakan tidak memiliki kepentingan mengajukan gugatan, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.
Putusan itu ditandatangani Majelis Hakim yang diketuai Bonnyarti Kala Lande, SH, MH, serta dua Hakim Anggota: Kasim SH, MH, dan H. Andri Mosepa, SH, MH. Bertindak sebagai Panitera dalam perkara ini: H. Apdin Taruna Munir, SH, MH.
Ketiga nama hakim itulah, yang bisa dipastikan disebut sebagai “Beliau” dalam chat-chat WA kepada Kuasa Hukum Dg. Nai, Ida Hamidah. “Beliau” ini pula yang dipastikan “hanya” bersedia menurunkan “harga tawar” putusannya menjadi Rp 250 juta, dari angka awal yang menurut Dg. Nai adalah sebesar Rp 500 juta.
Perihal siapa pengirim chat-nya, hampir pasti pula adalah “orang” dekat dengan ketiga hakim, yang sesuai kebiasaan di banyak pengadilan Tanah Air, adalah panitera. Mengingat nomor pengirim chat tertulis jelas di screenshot telepon genggam Dg. Nai, maka seharusnya sangat mudahlah si pengirim chat kini ditangkap untuk ditanyai perihal kebenaran tulisan dalam chat-chatnya itu. [ EVS MBS ]